Kamis, 30 Juni 2011
Temen - Temen Kampusku
lagi liburan gini...apalagi udah masuk masa - masa semester tua jadi pengen mengenang masa - masa ceria di kampus...hmmm...
Jumat, 10 Juni 2011
GURU SEPENUH HATI VS GURU SETENGAH HATI
Guru merupakan tokoh utama dalam membentuk perilaku anak dan keberhasilan masa depan pendidikan. Itulah yang selalu menjadi alasan mengapa banyak orangtua yang menyerahkan anak – anak mereka kepada guru.
Guru sebagai orang tua kedua bagi anak, bahkan seringkali anak justru lebih akrab dengan guru daripada dengan orang tua mereka. Alasannya? Karena orang tua mereka terlalu disibukkan dengan pekerjaan masing – masing. Guru memang memegang peran yang sangat penting dalam membentuk perilaku anak. Jika mereka berhasil membentuk siswa yang berprestasi, mereka akan sangat bangga karena mereka yakin suatu saat siswa tersebut akan sangat berguna bagi Negara. Semakin banyak manusia berprestasi maka Negara tersebut akan mengalami kemajuan yang semakin pesat. Dengan kata lain, SDM dalam Negara tersebut akan semakin membaik. Begitu pula sebaliknya, jika guru tidak berhasil membentuk siswa berprestasi atau justru membentuk perilaku buruk kepada siswanya, maka pengaruh buruk terhadap Negara akan segera dapat dirasakan. Dari sini dapat kita lihat bahwa pembangun bangsa yang sebenarnya bukanlah presiden, menteri, ataupun pejabat – pejabat tinggi yang lain, namun guru-lah yang merupakan pembangun bangsa yang sebenarnya. Nilai dan potensi suatu bangsa dapat dievaluasi dalam dan melalui karya guru. Orang – orang dalam Negara tersebut merupakan replika dari guru.
Menurut Niranjan Singh, guru merupakan poros sistem pendidikan. Pada merekalah terletak kegagalan dan keberhasilan sistem. Jika guru berpendidikan dan memiliki intelektual tinggi serta memiliki minat pada pekerjaan mereka, maka sukses merupakan jaminannya. Tetapi, jika di sisi lain mereka tidak memiliki pelatihan di bidang pendidikan dan jika mereka tidak dapat memberikan hati mereka untuk profesi mereka, sistem ini ditakdirkan untuk gagal.
Dari opini di atas dapat disimpulkan bahwa guru merupakan kekuatan dinamis dari sistem pendidikan dan negara. Tanpa guru, sistem pendidikan bagaikan tubuh tanpa jiwa, kerangka, daging, dan darah. Seperti yang dikatakan oleh Singh,
“There is no greater need for the cause of education today than the need for strong manly men and motherly women as teachers for the young”.
Guru merupakan insinyur sosial yang dapat bersosialisasi dan memanusiawikan manusia – manusia muda.Guru selalu mengasihi dan melayani siswanya, bahkan guru selalu berusaha untuk mengetahui masalah – masalah yang dihadapi oleh siswanya. Seperti yang dituliskan oleh Maria Montessori dalam “Teacher’s prayer”
Help us, O Lord to penetrate into the secret of the child, so that we may know him, love him and serve him according to your laws of justice and following your divine will.
Dari semua itu, seringkali guru dipandang sebelah mata. Banyak yang mengatakan guru bukanlah profesi yang menjanjikan. Dalam hidup mereka, telah ditanamkan bahwa profesi yang baik adalah pengusaha, insinyur, atau dokter. Sangat jarang orang tua yang menanamkan pada anaknya bahwa cita – cita yang baik untuk anaknya adalah menjadi seorang guru. Seperti yang telah dikatakan oleh Henry Von Dyke tentang guru, “Ah! Anda memiliki bayaran terburuk dan penghargaan terbaik dalam panggilan.”
Namun, sekarang banyak orang yang memiliki pandangan bahwa guru adalah profesi yang baik, dengan alasan guru adalah pekerjaan yang mulia, guru merupakan pahlawan tanpa tanda jasa. Hal ini sangat bertolak belakang dengan alasan utama mereka yang sebenarnya yaitu karena kini gaji guru telah dinaikkan. Dengan demikian orang yang menempuh profesi guru tidak selalu orang yang memiliki minat dalam mengajar, padahal telah disebutkan diatas bahwa guru yang tidak sepenuh hati menaruh minat pada profesinya, maka sistem pendidikan akan gagal.
Memang banyak guru yang bekerja bukan karena memang mereka berminat pada profesi mulia ini, alhasil mereka datang di sekolah pada pagi hari, memberi ceramah kecil tentang pelajarannya, memberi tugas kepada siswa kemudian pulang begitu saja. Padahal guru juga memiliki tugas dalam membimbing siswa. Guru juga harus memberikan pelayanan baik kepada siswa maupun masyarakat.
Menurut Sardiman dalam buku “Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar”, guru yang merupakan tenaga professional dituntut memiliki kualifikasi kemampuan yang lebih memadai. Guru diharapkan memiliki pengetahuan kecakapan, dan keterampilan serta sikap yang lebih bertanggung jawab, sehingga mampu mengelola proses belajar-mengajar secara efektif. Guru juga harus memiliki komitmen terhadap upaya perubahan dan reformasi. Selain itu, guru harus memiliki visi keguruan yang mantap dan luas perspektifnya.
Jadi, selain pengetahuan, kecakapan, keterampilan, serta wawasan yang luas, persyaratan guru yang lainnya adalah faktor yang menyebabkan seseorang merasa senang, karena merasa terpanggil hati nuraninya untuk menjadi seorang pendidik/ guru. Merekalah yang merupakan guru sepenuh hati.
Guru sepenuh hati akan mengerjakan semua tugasnya dengan sepenuh hati, semua kegiatan dilakukan dengan senang, pekerjaan menjadi mudah dan ringan. Bagaimana dengan hasil yang diperoleh? Tentu saja baik. Bayangkan saja dengan apa yang biasa kita lakukan pada kehidupan sehari – hari. Misalkan kita mendapat tugas untuk membuat sebuah keterampilan, kita dibebaskan untuk membuat karya apapun. Kita tentu akan membuat sebuah karya yang memang kita sukai dan kita kuasai, dan hasilnya pasti akan baik, karya yang kita buat akan menjadi karya yang indah. Akan muncul perasaan puas pada karya yang dibuat dengan sepenuh hati. Kita tentu membuatnya dengan senang, tanpa ada rasa beban, tugas akan dilakukan sebaik mungkin,karena kita menyukainya.
Namun apa yang terjadi apabila anda tidak dibebaskan dalam menghasilkan sebuah karya seni? Misal anda diharuskan membuat patung. Padahal anda sama sekali tidak senang membuat patung, bahkan anda sama sekali tidak dapat membuatnya. Anda tidak memiliki keahlian dalam membuat patung. Saya yakin, semua orang yang dihadapkan dalam kejadian ini pasti akan menyelesaikan tugasnya dengan setengah hati. Alhasil, tugas tersebut akan dikerjakan dengan asal – asalan, didalam pikiran masing – masing orang akan tertanam, “Ah, yang penting tugasku selesai. Bodoh amat jika hasilnya jelek!” Tidak akan ada kepuasan jika kita telah menyelesaikan patung tersebut, dan imbasnya tentu pada patung yang dihasilkan. Patung tersebut pastilah biasa saja atau bahkan jelek dan tidak enak dipandang. Pasti akan banyak orang yang mencerca patung tersebut. Seperti itu juga, guru yang setengah hati.
Apa yang akan dihasilkan oleh seorang guru yang setengah hati? Tentu saja patung yang jelek. Patung merupakan ibarat dari siswa dalam dunia guru, karena siswalah hasil karya mereka. Guru yang melakukan tugas dengan sekenanya bagaimana bisa menciptakan siswa yang berprestasi, jika tidak siswa tersebut yang “ngoyo” sendiri, dan saya yakin jika ada salah satu dari siswa memiliki prestasi yang baik, tentu bukan dikarenakan guru setengah hati itu, pasti karena guru lain yang juga mendidik siswa tersebut, yang pastinya dengan sepenuh hati.
Apa yang akan terjadi pada siswa hasil didikan guru setengah hati? Siswa tersebut akan malas dan asal – asalan dalam menuntut ilmu.
“ Apel jatuh tidak jauh dari pohonnya”
Peribahasa ini tidak hanya berlaku pada orang tua saja, tetapi untuk guru pun juga. Mengapa? Karena guru merupakan orang tua siswa di sekolah. Apa yang dilakukan guru cenderung akan ditiru oleh siswanya. Bahkan kebanyakan siswa melakukan hal itu untuk menarik perhatian guru agar guru lebih mengenal mereka. Jadi guru yang mengajar dengan asal – asalan tanpa ada minat tentu akan menghasilkan siswa yang asal – asalan dan juga tanpa minat dalam belajar. Ingatkah anda, apa yang kita lakukan ketika guru mengajar tanpa semangat dan hanya monoton dalam mengajar? Kita bosan, kita juga tidak bersemangat untuk belajar.
Dunia pendidikan memang masih dihimpit persoalan tentang kualitas guru yang belum mumpuni. Padahal pendidikan memegang peranan penting dalam kehidupan bangsa. Maju mundurnya bangsa sangat ditentukan oleh tinggi atau rendahnya kualitas pendidikan. Bagaimana tidak? generasi muda sangat dipengaruhi oleh guru mereka. Akan menjadi apa mereka nantinya tentu tidak lepas dari peranan guru. Apa yang selama ini diajarkan oleh guru, apa yang selama ini ditanamkan oleh guru pada siswanya, semua itu akan terlihat ketika mereka telah dewasa dan melakukan tugas mereka sebagai penerus bangsa.
Kembali kepada paparan Niranjan singh bahwa guru yang memiliki minat pada profesinya pasti akan menyukseskan sistem pendidikan, dengan kata lain guru sepenuh hati akan menghasilkan generasi muda yang berkualitas tinggi yang akan me-maju-kan bangsa. Begitu pula sebaliknya, guru yang tidak memiliki minat pada pofesinya akan menggagalkan sistem pendidikan, yang berarti akan menghasilkan generasi muda yang berkualitas rendah yang akan me-mundur-kan bangsa.
Dari sini dapat kita simpulkan bahwa pendidikan akan semakin berkualitas apabila para guru menjalankan profesi mereka dengan sepenuh hati. Profesionalisme dituntut agar nantinya sistem pendidikan khususnya Indonesia menjadi lebih baik, sehingga peran guru sebagai pengajar tidak disepelekan. Karena guru adalah orang-orang yang berjiwa besar dan penuh tanggung jawab, mencurahkan segala ilmunya untuk kemajuan anak didiknya.
Guru sebagai orang tua kedua bagi anak, bahkan seringkali anak justru lebih akrab dengan guru daripada dengan orang tua mereka. Alasannya? Karena orang tua mereka terlalu disibukkan dengan pekerjaan masing – masing. Guru memang memegang peran yang sangat penting dalam membentuk perilaku anak. Jika mereka berhasil membentuk siswa yang berprestasi, mereka akan sangat bangga karena mereka yakin suatu saat siswa tersebut akan sangat berguna bagi Negara. Semakin banyak manusia berprestasi maka Negara tersebut akan mengalami kemajuan yang semakin pesat. Dengan kata lain, SDM dalam Negara tersebut akan semakin membaik. Begitu pula sebaliknya, jika guru tidak berhasil membentuk siswa berprestasi atau justru membentuk perilaku buruk kepada siswanya, maka pengaruh buruk terhadap Negara akan segera dapat dirasakan. Dari sini dapat kita lihat bahwa pembangun bangsa yang sebenarnya bukanlah presiden, menteri, ataupun pejabat – pejabat tinggi yang lain, namun guru-lah yang merupakan pembangun bangsa yang sebenarnya. Nilai dan potensi suatu bangsa dapat dievaluasi dalam dan melalui karya guru. Orang – orang dalam Negara tersebut merupakan replika dari guru.
Menurut Niranjan Singh, guru merupakan poros sistem pendidikan. Pada merekalah terletak kegagalan dan keberhasilan sistem. Jika guru berpendidikan dan memiliki intelektual tinggi serta memiliki minat pada pekerjaan mereka, maka sukses merupakan jaminannya. Tetapi, jika di sisi lain mereka tidak memiliki pelatihan di bidang pendidikan dan jika mereka tidak dapat memberikan hati mereka untuk profesi mereka, sistem ini ditakdirkan untuk gagal.
Dari opini di atas dapat disimpulkan bahwa guru merupakan kekuatan dinamis dari sistem pendidikan dan negara. Tanpa guru, sistem pendidikan bagaikan tubuh tanpa jiwa, kerangka, daging, dan darah. Seperti yang dikatakan oleh Singh,
“There is no greater need for the cause of education today than the need for strong manly men and motherly women as teachers for the young”.
Guru merupakan insinyur sosial yang dapat bersosialisasi dan memanusiawikan manusia – manusia muda.Guru selalu mengasihi dan melayani siswanya, bahkan guru selalu berusaha untuk mengetahui masalah – masalah yang dihadapi oleh siswanya. Seperti yang dituliskan oleh Maria Montessori dalam “Teacher’s prayer”
Help us, O Lord to penetrate into the secret of the child, so that we may know him, love him and serve him according to your laws of justice and following your divine will.
Dari semua itu, seringkali guru dipandang sebelah mata. Banyak yang mengatakan guru bukanlah profesi yang menjanjikan. Dalam hidup mereka, telah ditanamkan bahwa profesi yang baik adalah pengusaha, insinyur, atau dokter. Sangat jarang orang tua yang menanamkan pada anaknya bahwa cita – cita yang baik untuk anaknya adalah menjadi seorang guru. Seperti yang telah dikatakan oleh Henry Von Dyke tentang guru, “Ah! Anda memiliki bayaran terburuk dan penghargaan terbaik dalam panggilan.”
Namun, sekarang banyak orang yang memiliki pandangan bahwa guru adalah profesi yang baik, dengan alasan guru adalah pekerjaan yang mulia, guru merupakan pahlawan tanpa tanda jasa. Hal ini sangat bertolak belakang dengan alasan utama mereka yang sebenarnya yaitu karena kini gaji guru telah dinaikkan. Dengan demikian orang yang menempuh profesi guru tidak selalu orang yang memiliki minat dalam mengajar, padahal telah disebutkan diatas bahwa guru yang tidak sepenuh hati menaruh minat pada profesinya, maka sistem pendidikan akan gagal.
Memang banyak guru yang bekerja bukan karena memang mereka berminat pada profesi mulia ini, alhasil mereka datang di sekolah pada pagi hari, memberi ceramah kecil tentang pelajarannya, memberi tugas kepada siswa kemudian pulang begitu saja. Padahal guru juga memiliki tugas dalam membimbing siswa. Guru juga harus memberikan pelayanan baik kepada siswa maupun masyarakat.
Menurut Sardiman dalam buku “Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar”, guru yang merupakan tenaga professional dituntut memiliki kualifikasi kemampuan yang lebih memadai. Guru diharapkan memiliki pengetahuan kecakapan, dan keterampilan serta sikap yang lebih bertanggung jawab, sehingga mampu mengelola proses belajar-mengajar secara efektif. Guru juga harus memiliki komitmen terhadap upaya perubahan dan reformasi. Selain itu, guru harus memiliki visi keguruan yang mantap dan luas perspektifnya.
Jadi, selain pengetahuan, kecakapan, keterampilan, serta wawasan yang luas, persyaratan guru yang lainnya adalah faktor yang menyebabkan seseorang merasa senang, karena merasa terpanggil hati nuraninya untuk menjadi seorang pendidik/ guru. Merekalah yang merupakan guru sepenuh hati.
Guru sepenuh hati akan mengerjakan semua tugasnya dengan sepenuh hati, semua kegiatan dilakukan dengan senang, pekerjaan menjadi mudah dan ringan. Bagaimana dengan hasil yang diperoleh? Tentu saja baik. Bayangkan saja dengan apa yang biasa kita lakukan pada kehidupan sehari – hari. Misalkan kita mendapat tugas untuk membuat sebuah keterampilan, kita dibebaskan untuk membuat karya apapun. Kita tentu akan membuat sebuah karya yang memang kita sukai dan kita kuasai, dan hasilnya pasti akan baik, karya yang kita buat akan menjadi karya yang indah. Akan muncul perasaan puas pada karya yang dibuat dengan sepenuh hati. Kita tentu membuatnya dengan senang, tanpa ada rasa beban, tugas akan dilakukan sebaik mungkin,karena kita menyukainya.
Namun apa yang terjadi apabila anda tidak dibebaskan dalam menghasilkan sebuah karya seni? Misal anda diharuskan membuat patung. Padahal anda sama sekali tidak senang membuat patung, bahkan anda sama sekali tidak dapat membuatnya. Anda tidak memiliki keahlian dalam membuat patung. Saya yakin, semua orang yang dihadapkan dalam kejadian ini pasti akan menyelesaikan tugasnya dengan setengah hati. Alhasil, tugas tersebut akan dikerjakan dengan asal – asalan, didalam pikiran masing – masing orang akan tertanam, “Ah, yang penting tugasku selesai. Bodoh amat jika hasilnya jelek!” Tidak akan ada kepuasan jika kita telah menyelesaikan patung tersebut, dan imbasnya tentu pada patung yang dihasilkan. Patung tersebut pastilah biasa saja atau bahkan jelek dan tidak enak dipandang. Pasti akan banyak orang yang mencerca patung tersebut. Seperti itu juga, guru yang setengah hati.
Apa yang akan dihasilkan oleh seorang guru yang setengah hati? Tentu saja patung yang jelek. Patung merupakan ibarat dari siswa dalam dunia guru, karena siswalah hasil karya mereka. Guru yang melakukan tugas dengan sekenanya bagaimana bisa menciptakan siswa yang berprestasi, jika tidak siswa tersebut yang “ngoyo” sendiri, dan saya yakin jika ada salah satu dari siswa memiliki prestasi yang baik, tentu bukan dikarenakan guru setengah hati itu, pasti karena guru lain yang juga mendidik siswa tersebut, yang pastinya dengan sepenuh hati.
Apa yang akan terjadi pada siswa hasil didikan guru setengah hati? Siswa tersebut akan malas dan asal – asalan dalam menuntut ilmu.
“ Apel jatuh tidak jauh dari pohonnya”
Peribahasa ini tidak hanya berlaku pada orang tua saja, tetapi untuk guru pun juga. Mengapa? Karena guru merupakan orang tua siswa di sekolah. Apa yang dilakukan guru cenderung akan ditiru oleh siswanya. Bahkan kebanyakan siswa melakukan hal itu untuk menarik perhatian guru agar guru lebih mengenal mereka. Jadi guru yang mengajar dengan asal – asalan tanpa ada minat tentu akan menghasilkan siswa yang asal – asalan dan juga tanpa minat dalam belajar. Ingatkah anda, apa yang kita lakukan ketika guru mengajar tanpa semangat dan hanya monoton dalam mengajar? Kita bosan, kita juga tidak bersemangat untuk belajar.
Dunia pendidikan memang masih dihimpit persoalan tentang kualitas guru yang belum mumpuni. Padahal pendidikan memegang peranan penting dalam kehidupan bangsa. Maju mundurnya bangsa sangat ditentukan oleh tinggi atau rendahnya kualitas pendidikan. Bagaimana tidak? generasi muda sangat dipengaruhi oleh guru mereka. Akan menjadi apa mereka nantinya tentu tidak lepas dari peranan guru. Apa yang selama ini diajarkan oleh guru, apa yang selama ini ditanamkan oleh guru pada siswanya, semua itu akan terlihat ketika mereka telah dewasa dan melakukan tugas mereka sebagai penerus bangsa.
Kembali kepada paparan Niranjan singh bahwa guru yang memiliki minat pada profesinya pasti akan menyukseskan sistem pendidikan, dengan kata lain guru sepenuh hati akan menghasilkan generasi muda yang berkualitas tinggi yang akan me-maju-kan bangsa. Begitu pula sebaliknya, guru yang tidak memiliki minat pada pofesinya akan menggagalkan sistem pendidikan, yang berarti akan menghasilkan generasi muda yang berkualitas rendah yang akan me-mundur-kan bangsa.
Dari sini dapat kita simpulkan bahwa pendidikan akan semakin berkualitas apabila para guru menjalankan profesi mereka dengan sepenuh hati. Profesionalisme dituntut agar nantinya sistem pendidikan khususnya Indonesia menjadi lebih baik, sehingga peran guru sebagai pengajar tidak disepelekan. Karena guru adalah orang-orang yang berjiwa besar dan penuh tanggung jawab, mencurahkan segala ilmunya untuk kemajuan anak didiknya.
Langganan:
Postingan (Atom)