Selasa, 22 Juni 2010

Sandal Jepit Bukan untuk Digencit

Kalo' udah ngomongin sandal jepit...hm...apa ya yang ada di pikiran kita?
Jalan - jalan kali ya..,,tapi zaman sekarang kalo' mo jalan - jalan kemana gituuuu orang - orang sekarang pada mikir pake sandal jepit mah gag trendy...apalagi sandal jepit pit pit yang alasnya putih dengan tali berwarna agak mbulak,yang biasa disebut sandal swa-lo,habis merek yang terkenal kan swalow
laaah aq punya sedikit cerita buat dibagiin nech...
sekitar 3 bulanan yang lalu, aku jalan - jalan ke malang,mau ke mbakku yang kuliahnya ancen di malang.Berangkatlah aku dari jember ke malang,hari sebelumnya sandalku satu - satunya yang bisa dibilang sih g' malu - maluin buat dibawa keluar ke mana gitu...eh pedot,alhasil aku tak punya sandal,ya udah beli sandal di KPRI, adanya sandal jepit swa-lo..yow ez lah gpp.
back to the point...aku berangkat naek kreta pake sandal jepit,kalo sandal jepinya pas sih gak masalah tapi ini ukurannya lebih gede 2 nomor dari ukuranku.
Pas di kreta,orang yang duduk di depanku sering -sering ngelirik -lirik kebawah,kirain apa gitu yang jatuh..eh ternyata ngeliatin sandal yang lagi mode on sekarang ini toh..
Nyampek di tempat...
"wakakakakakakak" mbakku ketawa cekikikan liat sandalku, udah jelek(habis keinjek2 di stasiun,bukan cuma sandalnya tapi kaki juga kena),kotor,kebesaran pula.

Tapi sahabat.....perlu diketahui pake sandal jepit itu nyuamaaaan banget...lagian juga gak takut ilang dibawa orang kan...jadi jangan pernah malu pake' sandal jepit yah..sekadar ksasih tau juga..ntar trip ma keluargaku, aku dan keluarga mau pake sandal jepit rame - rame
Go sandal jepit...I luph You Pull!!!

Jumat, 11 Juni 2010

Aku Sang "Virus Carrier"

Sumpah,,,pas Selasa maren, aku kan balik ke Banyuwangi nech!!
Sehat wal'afiat joooo....seneng,ketemu kluarga lagi...pokoknya bahagia daah
Sehari kemudian....
Mataku ngilu,,,,(kayak sakit gigi)
"Adudududuh...kok perih ya?kok nyeri juga?"akupun mulai mengeluh
"Aduh, awas sakit mata loooh" nenekku pun panik
Malam harinya....
Mataku sudah membengkak dan memerah...alhasil sakit mata tak terelakkan lagi.
Ortuku kelabakan,bukan karena aku sakit tapi takut nular kemana-mana. Aku dikurung di kamar,tak boleh kemana2.Esoknya akupun pergi ke dokter...
1 hari kemudian,Alhamdulillah aku sudah sembuh...tinggal selangkah lagi untuk mengembalikan jernih dan blink2nya mataku.Tiba - tiba...
"Ibu...mataku sakit...!"teriak adekQ
"Ibu juga nih,perih matanya"ibuku ikut - ikutan
"mataku kayak kelilipan nih,ma!"kata keponakanku pada kakakku
"aduh,anakku juga."seru tanteku
Innalillahi....gawatttt
"KIKI....!!!!"
Ooooooowwwwww
akhirnya,obatku dibagi seluruh keluarga,tak hentinya mereka terus mengucapkan bahwa akulah "virus carrier"
6 jam kemudian
"kayaknya mataku juga sakit deh.."gumam kakak keduaku,,,,

Sabtu, 20 Maret 2010

Pengembangan Perangkat Penilaian Afektif

MAKALAH
RANAH AFEKTIF
disusun guna memenuhi tugas matakuliah Evaluasi Hasil Belajar







Oleh :
Kelompok 6
1. Nyoto Prayugo (080210103009)
2. Friska Oktaviana (080210103016)
3. Dewi Oktavia (080210103025)
4. Wazirotus Sakinah (080210103032)
5. Siti Nurlailatul F (080210103040)




PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
JURUSAN PENDIDIDKAN MIPA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2010
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kemampuan lulusan suatu jenjang pendidikan sesuai dengan tuntutan penerapan kurikulum berbasis kompetensi mencakup tiga ranah, yaitu kemampuan berpikir, keterampilan melakukan pekerjaan, dan perilaku. Setiap peserta didik memiliki potensi pada ketiga ranah tersebut, namun tingkatannya satu sama lain berbeda. Ada peserta didik yang memiliki kemampuan berpikir tinggi dan perilaku amat baik, namun keterampilannya rendah. Demikian sebaliknya ada peserta didik yang memiliki kemampuan berpikir rendah, namun memiliki keterampilan yang tinggi dan perilaku amat baik. Ada pula peserta didik yang kemampuan berpikir dan keterampilannya sedang/biasa, tapi memiliki perilaku baik. Jarang sekali peserta didik yang kemampuan berpikirnya rendah, keterampilan rendah, dan perilaku kurang baik. Peserta didik seperti itu akan mengalami kesulitan bersosialisasi dengan masyarakat, karena tidak memiliki potensi untuk hidup di masyarakat. Ini menunjukkan keadilan Tuhan YME, setiap manusia memiliki potensi yang dapat dikembangkan menjadi kemampuan untuk hidup di masyarakat.
Kemampuan berpikir merupakan ranah kognitif yang meliputi kemampuan menghapal, memahami, menerapkan, menganalisis, mensintesis, dan mengevaluasi. Kemampuan psikomotor, yaitu keterampilan yang berkaitan dengan gerak, menggunakan otot seperti lari, melompat, menari, melukis, berbicara, membongkar dan memasang peralatan, dan sebagainya. Kemampuan afektif berhubungan dengan minat dan sikap yang dapat berbentuk tanggung jawab, kerjasama, disiplin, komitmen, percaya diri, jujur, menghargai pendapat orang lain, dan kemampuan mengendalikan diri. Semua kemampuan ini harus menjadi bagian dari tujuan pembelajaran di sekolah, yang akan dicapai melalui kegiatan pembelajaran yang tepat.
Masalah afektif dirasakan penting oleh semua orang, namun implementasinya masih kurang. Hal ini disebabkan merancang pencapaian tujuan pembelajaran afektif tidak semudah seperti pembelajaran kognitif dan psikomotor. Satuan pendidikan harus merancang kegiatan pembelajaran yang tepat agar tujuan pembelajaran afektif dapat dicapai. Keberhasilan pendidik melaksanakan pembelajaran ranah afektif dan keberhasilan peserta didik mencapai kompetensi afektif perlu dinilai. Oleh karena itu perlu dikembangkan acuan pengembangan perangkat penilaian ranah afektif serta penafsiran hasil pengukurannya.

B. Tujuan

Makalah pengembangan perangkat penilaian afektif ini disusun agar pendidik:
1. Memiliki kesamaan pemahaman mengenai ranah afektif dan cara penilaiannya
2. Mampu mengembangkan perangkat penilaian afektif

C. Ruang Lingkup

Makalah ini berisi tentang hakikat penilaian afektif dan pengembangan perangkat penilaian afektif.










BAB II
PEMBAHASAN

A. Hakikat Pembelajaran Afektif

Hasil belajar menurut Bloom (1976) mencakup prestasi belajar, kecepatan belajar, dan hasil afektif. Andersen (1981) sependapat dengan Bloom bahwa karakteristik manusia meliputi cara yang tipikal dari berpikir, berbuat, dan perasaan. Tipikal berpikir berkaitan dengan ranah kognitif, tipikal berbuat berkaitan dengan ranah psikomotor, dan tipikal perasaan berkaitan dengan ranah afektif. Ranah afektif mencakup watak perilaku seperti perasaan, minat, sikap, emosi, atau nilai. Ketiga ranah tersebut merupakan karakteristik manusia sebagai hasil belajar dalam bidang pendidikan.
Menurut Popham (1995), ranah afektif menentukan keberhasilan belajar seseorang. Orang yang tidak memiliki minat pada pelajaran tertentu sulit untuk mencapai keberhasilan belajar secara optimal. Seseorang yang berminat dalam suatu mata pelajaran diharapkan akan mencapai hasil pembelajaran yang optimal. Oleh karena itu semua pendidik harus mampu membangkitkan minat semua peserta didik untuk mencapai kompetensi yang telah ditentukan. Selain itu ikatan emosional sering diperlukan untuk membangun semangat kebersamaan, semangat persatuan, semangat nasionalisme, rasa sosial, dan sebagainya. Untuk itu semua dalam merancang program pembelajaran, satuan pendidikan harus memperhatikan ranah afektif.
Keberhasilan pembelajaran pada ranah kognitif dan psikomotor dipengaruhi oleh kondisi afektif peserta didik. Peserta didik yang memiliki minat belajar dan sikap positif terhadap pelajaran akan merasa senang mempelajari mata pelajaran tertentu, sehingga dapat mencapai hasil pembelajaran yang optimal. Walaupun para pendidik sadar akan hal ini, namun belum banyak tindakan yang dilakukan pendidik secara sistematik untuk meningkatkan minat peserta didik. Oleh karena itu untuk mencapai hasil belajar yang optimal, dalam merancang program pembelajaran dan kegiatan pembelajaran bagi peserta didik, pendidik harus memperhatikan karakteristik afektif peserta didik.

B. Tingkatan Ranah Afektif

Menurut Krathwohl (1961) bila ditelusuri hampir semua tujuan kognitif mempunyai komponen afektif. Dalam pembelajaran sains, misalnya, di dalamnya ada komponen sikap ilmiah. Sikap ilmiah adalah komponen afektif. Tingkatan ranah afektif menurut taksonomi Krathwohl ada lima, yaitu: receiving (attending), responding, valuing, organization, dan characterization.

1. Tingkat receiving
Pada tingkat receiving atau attending, peserta didik memiliki keinginan memperhatikan suatu fenomena khusus atau stimulus, misalnya kelas, kegiatan, musik, buku, dan sebagainya. Tugas pendidik mengarahkan perhatian peserta didik pada fenomena yang menjadi objek pembelajaran afektif. Misalnya pendidik mengarahkan peserta didik agar senang membaca buku, senang bekerjasama, dan sebagainya. Kesenangan ini akan menjadi kebiasaan, dan hal ini yang diharapkan, yaitu kebiasaan yang positif.

2. Tingkat responding
Responding merupakan partisipasi aktif peserta didik, yaitu sebagai bagian dari perilakunya. Pada tingkat ini peserta didik tidak saja memperhatikan fenomena khusus tetapi ia juga bereaksi. Hasil pembelajaran pada ranah ini menekankan pada pemerolehan respons, berkeinginan memberi respons, atau kepuasan dalam memberi respons. Tingkat yang tinggi pada kategori ini adalah minat, yaitu hal-hal yang menekankan pada pencarian hasil dan kesenangan pada aktivitas khusus. Misalnya senang membaca buku, senang bertanya, senang membantu teman, senang dengan kebersihan dan kerapian, dan sebagainya.


3. Tingkat valuing
Valuing melibatkan penentuan nilai, keyakinan atau sikap yang menunjukkan derajat internalisasi dan komitmen. Derajat rentangannya mulai dari menerima suatu nilai, misalnya keinginan untuk meningkatkan keterampilan, sampai pada tingkat komitmen. Valuing atau penilaian berbasis pada internalisasi dari seperangkat nilai yang spesifik. Hasil belajar pada tingkat ini berhubungan dengan perilaku yang konsisten dan stabil agar nilai dikenal secara jelas. Dalam tujuan pembelajaran, penilaian ini diklasifikasikan sebagai sikap dan apresiasi.

4. Tingkat organization
Pada tingkat organization, nilai satu dengan nilai lain dikaitkan, konflik antar nilai diselesaikan, dan mulai membangun sistem nilai internal yang konsisten. Hasil pembelajaran pada tingkat ini berupa konseptualisasi nilai atau organisasi sistem nilai. Misalnya pengembangan filsafat hidup.

5. Tingkat characterization
Tingkat ranah afektif tertinggi adalah characterization nilai. Pada tingkat ini peserta didik memiliki sistem nilai yang mengendalikan perilaku sampai pada waktu tertentu hingga terbentuk gaya hidup. Hasil pembelajaran pada tingkat ini berkaitan dengan pribadi, emosi, dan sosial.

C. Karakteristik Ranah Afektif

Pemikiran atau perilaku harus memiliki dua kriteria untuk diklasifikasikan sebagai ranah afektif (Andersen, 1981:4). Pertama, perilaku melibatkan perasaan dan emosi seseorang. Kedua, perilaku harus tipikal perilaku seseorang. Kriteria lain yang termasuk ranah afektif adalah intensitas, arah, dan target. Intensitas menyatakan derajat atau kekuatan dari perasaan. Beberapa perasaan lebih kuat dari yang lain, misalnya cinta lebih kuat dari senang atau suka. Ada 5 (lima) tipe karakteristik afektif yang penting, yaitu sikap, minat, konsep diri, nilai, dan moral.

1. Sikap
Sikap merupakan suatu kencendrungan untuk bertindak secara suka atau tidak suka terhadap suatu objek. Sikap dapat dibentuk melalui cara mengamati dan menirukan sesuatu yang positif, kemudian melalui penguatan serta menerima informasi verbal. Perubahan sikap dapat diamati dalam proses pembelajaran, tujuan yang ingin dicapai, keteguhan, dan konsistensi terhadap sesuatu. Penilaian sikap adalah penilaian yang dilakukan untuk mengetahui sikap peserta didik terhadap mata pelajaran, kondisi pembelajaran, pendidik, dan sebagainya.
Menurut Fishbein dan Ajzen (1975) sikap adalah suatu predisposisi yang dipelajari untuk merespon secara positif atau negatif terhadap suatu objek, situasi, konsep, atau orang. Sikap peserta didik terhadap objek misalnya sikap terhadap sekolah atau terhadap mata pelajaran. Sikap peserta didik ini penting untuk ditingkatkan (Popham, 1999). Sikap peserta didik terhadap mata pelajaran, misalnya bahasa Inggris, harus lebih positif setelah peserta didik mengikuti pembelajaran bahasa Inggris dibanding sebelum mengikuti pembelajaran. Perubahan ini merupakan salah satu indikator keberhasilan pendidik dalam melaksanakan proses pembelajaran. Untuk itu pendidik harus membuat rencana pembelajaran termasuk pengalaman belajar peserta didik yang membuat sikap peserta didik terhadap mata pelajaran menjadi lebih positif.

2. Minat
Menurut kamus besar bahasa Indonesia (1990: 583), minat atau keinginan adalah kecenderungan hati yang tinggi terhadap sesuatu. Hal penting pada minat adalah intensitasnya. Secara umum minat termasuk karakteristik afektif yang memiliki intensitas tinggi.
Penilaian minat dapat digunakan untuk:
a. mengetahui minat peserta didik sehingga mudah untuk pengarahan dalam pembelajaran,
b. mengetahui bakat dan minat peserta didik yang sebenarnya,
c. pertimbangan penjurusan dan pelayanan individual peserta didik,
d. menggambarkan keadaan langsung di lapangan/kelas,
e. mengelompokkan peserta didik yang memiliki minat sama,
f. acuan dalam menilai kemampuan peserta didik secara keseluruhan dan memilih metode yang tepat dalam penyampaian materi,
g. mengetahui tingkat minat peserta didik terhadap pelajaran yang diberikan pendidik,
h. bahan pertimbangan menentukan program sekolah,
i. meningkatkan motivasi belajar peserta didik.

3. Konsep Diri
Menurut Smith, konsep diri adalah evaluasi yang dilakukan individu terhadap kemampuan dan kelemahan yang dimiliki. Konsep diri ini penting untuk menentukan jenjang karir peserta didik, yaitu dengan mengetahui kekuatan dan kelemahan diri sendiri, dapat dipilih alternatif karir yang tepat bagi peserta didik. Selain itu informasi konsep diri penting bagi sekolah untuk memberikan motivasi belajar peserta didik dengan tepat.
Penilaian konsep diri dapat dilakukan dengan penilaian diri. Kelebihan dari penilaian diri adalah sebagai berikut:
• Pendidik mampu mengenal kelebihan dan kekurangan peserta didik.
• Peserta didik mampu merefleksikan kompetensi yang sudah dicapai.
• Memberikan motivasi diri dalam hal penilaian kegiatan peserta didik.
• Peserta didik dapat mengukur kemampuan untuk mengikuti pembelajaran.
• Peserta didik dapat mengetahui ketuntasan belajarnya.
• Melatih kejujuran dan kemandirian peserta didik.
• Peserta didik mampu menilai dirinya dan mengetahui bagian yang harus diperbaiki.
• Peserta didik memahami kemampuan dirinya.
• Pendidik memperoleh masukan objektif tentang daya serap peserta didik.
• Mempermudah pendidik untuk melaksanakan remedial, hasilnya dapat untuk instropeksi pembelajaran yang dilakukan.
• Peserta didik belajar terbuka dengan orang lain.
4. Nilai
Nilai menurut Rokeach (1968) merupakan suatu keyakinan tentang perbuatan, tindakan, atau perilaku yang dianggap baik dan yang dianggap buruk. Target nilai cenderung menjadi ide, target nilai dapat juga berupa sesuatu seperti sikap dan perilaku. Arah nilai dapat positif dan dapat negatif. Selanjutnya intensitas nilai dapat dikatakan tinggi atau rendah tergantung pada situasi dan nilai yang diacu.
Definisi lain tentang nilai disampaikan oleh Tyler (1973:7), yaitu nilai adalah suatu objek, aktivitas, atau ide yang dinyatakan oleh individu dalam mengarahkan minat, sikap, dan kepuasan. Selanjutnya dijelaskan bahwa manusia belajar menilai suatu objek, aktivitas, dan ide sehingga objek ini menjadi pengatur penting minat, sikap, dan kepuasan. Oleh karenanya satuan pendidikan harus membantu peserta didik menemukan dan menguatkan nilai yang bermakna dan signifikan bagi peserta didik untuk memperoleh kebahagiaan personal dan memberi konstribusi positif terhadap masyarakat.

5. Moral
Moral berkaitan dengan perasaan salah atau benar terhadap kebahagiaan orang lain atau perasaan terhadap tindakan yang dilakukan diri sendiri. Misalnya menipu orang lain, membohongi orang lain, atau melukai orang lain baik fisik maupun psikis. Moral juga sering dikaitkan dengan keyakinan agama seseorang, yaitu keyakinan akan perbuatan yang berdosa dan berpahala. Jadi moral berkaitan dengan prinsip, nilai, dan keyakinan seseorang.

Ranah afektif lain yang penting adalah:
• Kejujuran: peserta didik harus belajar menghargai kejujuran dalam berinteraksi dengan orang lain.
• Integritas: peserta didik harus mengikatkan diri pada kode nilai, misalnya moral dan artistik.
• Adil: peserta didik harus berpendapat bahwa semua orang mendapat perlakuan yang sama dalam memperoleh pendidikan.
• Kebebasan: peserta didik harus yakin bahwa negara yang demokratis memberi kebebasan yang bertanggung jawab secara maksimal kepada semua orang.

D. Pengukuran Ranah Afektif

Dalam memilih karakterisitik afektif untuk pengukuran, para pengelola pendidikan harus mempertimbangkan rasional teoritis dan program sekolah. Masalah yang timbul adalah bagaimana ranah afektif akan diukur. Isi dan validitas konstruk ranah afektif tergantung pada definisi operasional yang secara langsung mengikuti definisi konseptual.
Menurut Andersen (1980) ada dua metode yang dapat digunakan untuk mengukur ranah afektif, yaitu metode observasi dan metode laporan diri. Penggunaan metode observasi berdasarkan pada asumsi bahwa karateristik afektif dapat dilihat dari perilaku atau perbuatan yang ditampilkan dan/atau reaksi psikologi. Metode laporan diri berasumsi bahwa yang mengetahui keadaan afektif seseorang adalah dirinya sendiri. Namun hal ini menuntut kejujuran dalam mengungkap karakteristik afektif diri sendiri.
Tujuan dilaksanakannya penilaian hasil relajar afektif ádalah untuk mengetahui capaian hasil belajar dalam hal penguasaan domain afektif dari kompetensi yang diharapkan dikuasai oleh setiap peserta didik setelah kegiatan pembelajaran berlangsung

Pengembangan Instrumen Penilaian Afektif
Instrumen penilaian afektif meliputi lembar pengamatan sikap, minat, konsep diri, nilai, dan moral. Perangkat instrumen yang disusun sesuai dengan tipe iteknik pengukuran dan penilaian yang akan digunakan, yaitu:
1. Teknik testing dengan tes sebagai intrumennya dapat menggunakan tipe atau bentuk tes obyektif atau esai.
2. Teknik non-testing dengan bukan tes sebagai instrumennya dapat menggunkan tipe terbuka atau tertutup. Tipe terbuka berisi pertanyaan /pernyataan yang membutuhkan jawaban uraian dari perserta didik. Sedang tipe tertutup yang berisi pertanyaan/pernyataan diikuti dengan jawaban pendek dari peserta didik yang terdiri atas beberepa bentuk:
a) Ya dan Tidak: pernyataan/pertanyaan dengan jawaban Ya atau Tidak.
b) Persetujuan: pernyataan/pertanyaan dengan jalaban Setuju atau Tidak Setuju
c) Frekuensi: pernyataan/pertanyaan dengan jawaban Selalu – Kadang-kadang – Tidak Pernah
d) Kepentingan: pernyataan/pertanyaan dengan jawaban Penting – Tidak Penting..
e) Kemungkinan: pernyataan/pertanyaan dengan jawaban Mungkin – Tidak Mungkin.
f) Kualitas: pernyataan/pertanyaan dengan jawaban Baik – Cukup – Kurang/Tidak Baik.
g) Skala Penilaian/Angka: pernyataan/pertanyaan dengan angka skala penilaian 5 , 4 , 3 , 2 , 1 . atau 5, 4 , 2 , 1 .

Ada 11 (sebelas) langkah dalam mengembangkan instrumen penilaian afektif, yaitu:

1. Menentukan spesifikasi instrument,
2. menulis instrument,
3. menentukan skala instrument,
4. menentukan pedoman penskoran,
5. menelaah instrument,
6. merakit instrument,
7. melakukan ujicoba,
8. menganalisis hasil ujicoba,
9. memperbaiki instrument,
10. melaksanakan pengukuran, dan
11. menafsirkan hasil pengukuran.



1. Spesifikasi instrumen
Ditinjau dari tujuannya ada lima macam instrumen pengukuran ranah afektif, yaitu instrumen sikap, minat, konsep diri, nilai, dan moral.

a. Instrumen sikap
Instrumen sikap bertujuan untuk mengetahui sikap peserta didik terhadap suatu objek, misalnya terhadap kegiatan sekolah, mata pelajaran, pendidik, dan sebagainya. Sikap terhadap mata pelajaran bisa positif bisa negatif. Hasil pengukuran sikap berguna untuk menentukan strategi pembelajaran yang tepat.
b. Instrumen minat
Instrumen minat bertujuan untuk memperoleh informasi tentang minat peserta didik terhadap mata pelajaran, yang selanjutnya digunakan untuk meningkatkan minat peserta didik terhadap mata pelajaran.
c. Instrumen konsep diri
Instrumen konsep diri bertujuan untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan diri sendiri. Peserta didik melakukan evaluasi secara objektif terhadap potensi yang ada dalam dirinya. Karakteristik potensi peserta didik sangat penting untuk menentukan jenjang karirnya. Informasi kekuatan dan kelemahan peserta didik digunakan untuk menentukan program yang sebaiknya ditempuh.
d. Instrumen nilai
Instrumen nilai bertujuan untuk mengungkap nilai dan keyakinan peserta didik. Informasi yang diperoleh berupa nilai dan keyakinan yang positif dan yang negatif. Hal-hal yang bersifat positif diperkuat sedangkan yang bersifat negatif dikurangi dan akhirnya dihilangkan.
e. Instrumen moral
Instrumen moral bertujuan untuk mengungkap moral. Informasi moral seseorang diperoleh melalui pengamatan terhadap perbuatan yang ditampilkan dan laporan diri melalui pengisian kuesioner. Hasil pengamatan dan hasil kuesioner menjadi informasi tentang moral seseorang.
2. Penulisan instrumen
Tabel 1. Kisi-Kisi Instrumen Afektif
No Indikator Jumlah butir Pertanyaan/Pernyataan Skala
1
2
3
4
5

Penilaian ranah afektif peserta didik dilakukan dengan menggunakan instrumen penilaian afektif sebagai berikut.

a. Instrumen sikap
Cara yang mudah untuk mengetahui sikap peserta didik adalah melalui kuesioner. Pertanyaan tentang sikap meminta responden menunjukkan perasaan yang positif atau negatif terhadap suatu objek, atau suatu kebijakan. Kata-kata yang sering digunakan pada pertanyaan sikap menyatakan arah perasaan seseorang; menerima-menolak, menyenangi-tidak menyenangi, baik-buruk, diingini-tidak diingini.
Contoh indikator sikap terhadap mata pelajaran biologi misalnya.
 Membaca buku biologi
 Mempelajari biologi
 Melakukan interaksi dengan guru biologi
 Mengerjakan tugas biologi
 Melakukan diskusi tentang biologi
 Memiliki buku biologi

Contoh pernyataan untuk kuesioner:
 Saya senang membaca buku biologi
 Tidak semua orang harus belajar biologi
 Saya tidak senang pada tugas pelajaran biologi
 Saya berusaha mengerjakan soal-soal biologi sebaik-baiknya
 Memiliki buku biologi penting untuk semua peserta didik

b. Instrumen minat
Instrumen minat bertujuan untuk memperoleh informasi tentang minat peserta didik terhadap suatu mata pelajaran yang selanjutnya digunakan untuk meningkatkan minat peserta didik terhadap mata pelajaran tersebut.
Contoh indikator minat terhadap pelajaran biologi:
 Memiliki catatan pelajaran biologi.
 Berusaha memahami biologi
 Memiliki buku biologi
 Mengikuti pelajaran biologi

Contoh pernyataan untuk kuesioner:
 Catatan pelajaran biologi saya lengkap
 Catatan pelajaran biologi saya terdapat coretan-coretan tentang hal-hal yang penting
 Saya selalu menyiapkan pertanyaan sebelum mengikuti pelajaran biologi
 Saya berusaha memahami mata pelajaran biologi
 Saya senang mengerjakan soal biologi.
 Saya berusaha selalu hadir pada pelajaran biologi

c. Instrumen konsep diri
Instrumen konsep diri bertujuan untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan diri sendiri. Informasi kekuatan dan kelemahan peserta didik digunakan untuk menentukan program yang sebaiknya ditempuh oleh peserta didik.
Contoh indikator konsep diri:
 Memilih mata pelajaran yang mudah dipahami
 Memiliki kecepatan memahami mata pelajaran
 Menunjukkan mata pelajaran yang dirasa sulit
 Mengukur kekuatan dan kelemahan fisik

Contoh pernyataan untuk instrumen:
 Saya sulit mengikuti pelajaran biologi
 Saya mudah memahami bahasa Inggris
 Saya mudah menghapal suatu konsep.
 Saya mampu membuat karangan yang baik
 Saya merasa sulit mengikuti pelajaran fisika
 Saya bisa bermain sepak bola dengan baik
 Saya mampu membuat karya seni yang baik
 Saya perlu waktu yang lama untuk memahami pelajaran fisika.

d. Instrumen nilai
Kegiatan yang disenangi peserta didik di sekolah dipengaruhi oleh nilai (value) peserta didik terhadap kegiatan tersebut. Misalnya, ada peserta didik yang menyukai pelajaran keterampilan dan ada yang tidak, ada yang menyukai pelajaran seni tari dan ada yang tidak. Semua ini dipengaruhi oleh nilai peserta didik, yaitu yang berkaitan dengan penilaian baik dan buruk.
Nilai seseorang pada dasarnya terungkap melalui bagaimana ia berbuat atau keinginan berbuat. Tindakan seseorang terhadap sesuatu merupakan refleksi dari nilai yang dianutnya.
Instrumen nilai bertujuan untuk mengungkap nilai dan keyakinan individu. Informasi yang diperoleh berupa nilai dan keyakinan yang positif dan yang negatif. Hal-hal yang positif ditingkatkan sedang yang negatif dikurangi dan akhirnya dihilangkan.
Contoh indikator nilai adalah:
 Memiliki keyakinan akan peran sekolah
 Menyakini keberhasilan peserta didik
 Menunjukkan keyakinan atas kemampuan guru.
 Mempertahankan keyakinan akan harapan masyarakat
Contoh pernyataan untuk kuesioner tentang nilai peserta didik:
 Saya berkeyakinan bahwa prestasi belajar peserta didik sulit untuk ditingkatkan.
 Saya berkeyakinan bahwa peserta didik yang ikut bimbingan tes cenderung akan diterima di perguruan tinggi.
 Saya berkeyakinan sekolah tidak akan mampu mengubah tingkat kesejahteraan masyarakat.
 Saya berkeyakinan bahwa perubahan selalu membawa masalah.

Selain melalui kuesioner ranah afektif peserta didik, sikap, minat, konsep diri, dan nilai dapat digali melalui pengamatan. Pengamatan karakteristik afektif peserta didik dilakukan di tempat dilaksanakannya kegiatan pembelajaran. Untuk mengetahui keadaan ranah afektif peserta didik, perlu ditentukan dulu indikator substansi yang akan diukur, dan pendidik harus mencatat setiap perilaku yang muncul dari peserta didik yang berkaitan dengan indikator tersebut.

e. Instrumen Moral
Instrumen ini bertujuan untuk mengetahui moral peserta didik. Contoh indikator moral sesuai dengan definisi tersebut adalah:
 Memegang janji
 Memiliki kepedulian terhadap orang lain
 Menunjukkan komitmen terhadap tugas-tugas
 Memiliki Kejujuran

Contoh pernyataan untuk instrumen moral
 Bila saya berjanji pada orang lain, tidak harus menepati.
 Bila menghadapi kesulitan, saya selalu meminta bantuan orang lain.
 Bila ada orang lain yang menghadapi kesulitan, saya berusaha membantu.
 Kesulitan orang lain merupakan tanggung jawabnya sendiri.
 Bila bertemu guru, saya selalu memberikan salam, walau ia tidak melihat saya.
 Saya selalu bercerita hal yang menyenangkan teman, walau tidak seluruhnya benar.
 Bila ada orang yang bercerita, saya tidak selalu mempercayainya.

3. Skala Instrumen Penilaian Afektif
Skala yang sering digunakan dalam instrumen penelilaian afektif adalah Skala Thurstone, Skala Likert, dan Skala Beda Semantik.
Contoh Skala Thurstone: Minat terhadap pelajaran biologi

7 6 5 4 3 2 1
1. Saya senang belajar biologi
2. Pelajaran biologi bermanfaat
3. Saya berusaha hadir tiap ada jam pelajaran biologi
4. Saya berusaha memiliki buku pelajaran biologi
5. Pelajaran biologi membosankan
Dst

Contoh skala Likert: Sikap terhadap pelajaran biologi

SS S TS STS
1 Pelajaran biologi bermanfaat
2 Pelajaran biologi sulit
3 Tidak semua harus belajar biologi
4 Pelajaran biologi harus dibuat mudah
5 Sekolah saya menyenangkan

Keterangan:

SS : Sangat setuju
S : Setuju
TS : Tidak setuju
STS : Sangat tidak setuju
Contoh skala beda Semantik
Pelajaran Biologi

a b c d e f g
Menyenangkan Membosankan
Sulit Mudah
Bermanfaat Sia-sia
Menantang Menjemukan
Banyak Sedikit

4. Sistem penskoran
Sistem penskoran yang digunakan tergantung pada skala pengukuran. Apabila digunakan skala Thurstone, maka skor tertinggi untuk tiap butir 7 dan skor terendah 1. Demikian pula untuk instrumen dengan skala beda semantik, tertinggi 7 terendah 1. Untuk skala Likert, pada awalnya skor tertinggi tiap butir 5 dan terendah 1. Dalam pengukuran sering terjadi kecenderungan responden memilih jawaban pada katergori tiga 3 (tiga) untuk skala Likert. Untuk menghindari hal tersebut skala Likert dimodifikasi dengan hanya menggunakan 4 (empat) pilihan, agar jelas sikap atau minat responden.
Skor perolehan perlu dianalisis untuk tingkat peserta didik dan tingkat kelas, yaitu dengan mencari rerata (mean) dan simpangan baku skor. Selanjutnya ditafsirkan hasilnya untuk mengetahui minat masing-masing peserta didik dan minat kelas terhadap suatu mata pelajaran.

5. Telaah instrumen
Kegiatan pada telaah instrumen adalah menelaah apakah:
a) butir pertanyaan/ pernyataan sesuai dengan indikator,
b) bahasa yang digunakan komunikatif dan menggunakan tata bahasa yang benar,
c) butir peranyaaan/pernyataan tidak bias,
d) format instrumen menarik untuk dibaca,
e) pedoman menjawab atau mengisi instrumen jelas, dan
f) jumlah butir dan/atau panjang kalimat pertanyaan/pernyataan sudah tepat sehingga tidak menjemukan untuk dibaca/dijawab.

Telaah dilakukan oleh pakar dalam bidang yang diukur dan akan lebih baik bila ada pakar penilaian. Telaah bisa juga dilakukan oleh teman sejawat bila yang diinginkan adalah masukan tentang bahasa dan format instrumen. Bahasa yang digunakan adalah yang sesuai dengan tingkat pendidikan responden. Hasil telaah selanjutnya digunakan untuk memperbaiki instrumen.
Panjang instrumen berhubungan dengan masalah kebosanan, yaitu tingkat kejemuan dalam mengisi instrumen. Lama pengisian instrumen sebaiknya tidak lebih dari 30 menit. Langkah pertama dalam menulis suatu pertanyaan/ pernyataan adalah informasi apa yang ingin diperoleh, struktur pertanyaan, dan pemilihan kata-kata. Pertanyaan yang diajukan jangan sampai bias, yaitu mengarahkan jawaban responden pada arah tertentu, positif atau negatif.
Contoh pertanyaan yang bias:
Sebagian besar pendidik setuju semua peserta didik yang menempuh ujian akhir lulus. Apakah saudara setuju bila semua peserta didik yang mengikuti ujian lulus semua?

Contoh pertanyaan yang tidak bias:
Sebagian pendidik setuju bahwa tidak semua peserta didik harus lulus, namun sebagian lain tidak setuju. Apakah saudara setuju bila semua peserta didik yang menempuh ujian akhir lulus semua?

Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam menggunakan kata-kata untuk suatu kuesioner, yaitu:
a. Gunakan kata-kata yang sederhana sesuai dengan tingkat pendidikan responden
b. Pertanyaannya jangan samar-samar
c. Hindari pertanyaan yang bias.
d. Hindari pertanyaan hipotetikal atau pengandaian.

Hasil telaah instrumen digunakan untuk memperbaiki instrumen. Perbaikan dilakukan terhadap konstruksi instrumen, yaitu kalimat yang digunakan, waktu yang diperlukan untuk mengisi instrumen, cara pengisian atau cara menjawab instrumen, dan pengetikan.

6. Merakit instrumen
Setelah instrumen diperbaiki selanjutnya instrumen dirakit, yaitu menentukan format tata letak instrumen dan urutan pertanyaan/ pernyataan. Format instrumen harus dibuat menarik dan tidak terlalu panjang, sehingga responden tertarik untuk membaca dan mengisinya. Setiap sepuluh pertanyaan sebaiknya dipisahkan dengan cara memberi spasi yang lebih, atau diberi batasan garis empat persegi panjang. Urutkan pertanyaan/pernyataan sesuai dengan tingkat kemudahan dalam menjawab atau mengisinya.

7. Ujicoba instrumen
Setelah dirakit instrumen diujicobakan kepada responden, sesuai dengan tujuan penilaian apakah kepada peserta didik, kepada guru atau orang tua peserta didik. Untuk itu dipilih sampel yang karakteristiknya mewakili populasi yang ingin dinilai. Bila yang ingin dinilai adalah peserta didik SMA, maka sampelnya juga peserta didik SMA. Sampel yang diperlukan minimal 30 peserta didik, bisa berasal dari satu sekolah atau lebih.
Pada saat ujicoba yang perlu dicatat adalah saran-saran dari responden atas kejelasan pedoman pengisian instrumen, kejelasan kalimat yang digunakan, dan waktu yang diperlukan untuk mengisi instrumen. Waktu yang digunakan disarankan bukan waktu saat responden sudah lelah. Selain itu sebaiknya responden juga diberi minuman agar tidak lelah. Perlu diingat bahwa pengisian instrumen penilaian afektif bukan merupakan tes, sehingga walau ada batasan waktu namun tidak terlalu ketat.
Agar responden mengisi instrumen dengan akurat sesuai harapan, maka sebaiknya instrumen dirancang sedemikian rupa sehingga waktu yang diperlukan mengisi instrumen tidak terlalu lama. Berdasarkan pengalaman, waktu yang diperlukan agar tidak jenuh adalah 30 menit atau kurang.

8. Analisis hasil ujicoba
Analisis hasil ujicoba meliputi variasi jawaban tiap butir pertanyaan/ pernyataan. Jika menggunakan skala instrumen 1 sampai 7, dan jawaban responden bervariasi dari 1 sampai 7, maka butir pertanyaan/pernyataan pada instrumen ini dapat dikatakan baik. Namun apabila jawabannya hanya pada satu pilihan jawaban saja, misalnya pada pilihan nomor 3, maka butir instrumen ini tergolong tidak baik. Indikator yang digunakan adalah besarnya daya beda. Bila daya beda butir instrumen lebih dari 0,30, butir instrumen tergolong baik.
Indikator lain yang diperhatikan adalah indeks keandalan yang dikenal dengan indeks reliabilitas. Batas indeks reliabilitas minimal 0,70. Bila indeks ini lebih kecil dari 0,70, kesalahan pengukuran akan melebihi batas. Oleh karena itu diusahakan agar indeks keandalan instrumen minimal 0,70.

9. Perbaikan instrumen
Perbaikan dilakukan terhadap butir-butir pertanyaan/pernyataan yang tidak baik, berdasarkan analisis hasil ujicoba. Bisa saja hasil telaah instrumen baik, namun hasil ujicoba empirik tidak baik. Untuk itu butir pertanyaan/pernyataan instrumen harus diperbaiki. Perbaikan termasuk mengakomodasi saran-saran dari responden ujicoba. Instrumen sebaiknya dilengkapi dengan pertanyaan terbuka.

10. Pelaksanaan pengukuran
Pelaksanaan pengukuran perlu memperhatikan waktu dan ruangan yang digunakan. Waktu pelaksanaan bukan pada waktu responden sudah lelah. Ruang untuk mengisi instrumen harus memiliki cahaya (penerangan) yang cukup dan sirkulasi udara yang baik. Tempat duduk juga diatur agar responden tidak terganggu satu sama lain. Diusahakan agar responden tidak saling bertanya pada responden yang lain agar jawaban kuesioner tidak sama atau homogen. Pengisian instrumen dimulai dengan penjelasan tentang tujuan pengisian, manfaat bagi responden, dan pedoman pengisian instrumen.

11. Penafsiran hasil pengukuran
Hasil pengukuran berupa skor atau angka. Untuk menafsirkan hasil pengukuran diperlukan suatu kriteria. Kriteria yang digunakan tergantung pada skala dan jumlah butir pertanyaan/pernyataan yang digunakan. Misalkan digunakan skala Likert yang berisi 10 butir pertanyaan/ pernyataan dengan 4 (empat) pilihan untuk mengukur sikap peserta didik. Skor untuk butir pertanyaan/pernyataan yang sifatnya positif:

Sangat setuju - Setuju - Tidak setuju - Sangat tidak setuju.
(4) (3) (2) (1)

Sebaliknya untuk pertanyaan/pernyataan yang bersifat negatif

Sangat setuju - Setuju - Tidak setuju - Sangat tidak setuju.
(1) (2) (3) (4)

Skor tertinggi untuk instrumen tersebut adalah 10 butir x 4 = 40, dan skor terendah 10 butir x 1 = 10. Skor ini dikualifikasikan misalnya menjadi empat kategori sikap atau minat, yaitu sangat tinggi (sangat baik), tinggi (baik), rendah (kurang), dan sangat rendah (sangat kurang). Berdasarkan kategori ini dapat ditentukan minat atau sikap peserta didik. Selanjutnya dapat dicari sikap dan minat kelas terhadap mata pelajaran tertentu.
Penentuan kategori hasil pengukuran sikap atau minat dapat dilihat pada tabel berikut.


Tabel 2. Kategorisasi sikap atau minat peserta didik untuk 10 butir pernyataan, dengan rentang skor 10 – 40.

No. Skor peserta didik Kategori Sikap atau Minat
1. Lebih besar dari 35 Sangat tinggi/Sangat baik
2. 28 sampai 35 Tinggi/Baik
3. 20 sampai 27 Rendah/Kurang
4. Kurang dari 20 Sangat rendah/Sangat kurang

Keterangan Tabel 2:
1. Skor batas bawah kategori sangat tinggi atau sangat baik adalah: 0,80 x 40 = 36, dan batas atasnya 40.
2. Skor batas bawah pada kategori tinggi atau baik adalah: 0,70 x 40 = 28, dan skor batas atasnya adalah 35.
3. Skor batas bawah pada kategori rendah atau kurang adalah: 0,50 x 40 = 20, dan skor batas atasnya adalah 27.
4. Skor yang tergolong pada kategori sangat rendah atau sangat kurang adalah kurang dari 20.

Tabel 3 Kategorisasi sikap atau minat kelas

No. Skor rata-rata kelas Kategori Sikap atau Minat
1. Lebih besar dari 35 Sangat tinggi/Sangat baik
2. 28 sampai 35 Tinggi/Baik
3. 20 sampai 27 Rendah/Kurang
4. Kurang dari 20 Sangat rendah/Sangat kurang


Keterangan:
1. Rata-rata skor kelas: jumlah skor semua peserta didik dibagi jumlah peserta didik di kelas ybs.
2. Skor batas bawah kategori sangat tinggi atau sangat baik adalah: 0,80 x 40 = 36, dan batas atasnya 40.
3. Skor batas bawah pada kategori tinggi atau baik adalah: 0,70 x 40 = 28, dan skor batas atasnya adalah 35.
4. Skor batas bawah pada kategori rendah atau kurang adalah: 0,50 x 40 = 20, dan skor batas atasnya adalah 27.
5. Skor yang tergolong pada kategori sangat rendah atau sangat kurang adalah kurang dari 20.

Pada Tabel 2 dapat diketahui minat atau sikap tiap peserta didik terhadap tiap mata pelajaran. Bila sikap peserta didik tergolong rendah, maka peserta didik harus berusaha meningkatkan sikap dan minatnya dengan bimbingan pendidik. Sedang bila sikap atau minat peserta didik tergolong tinggi, peserta didik harus berusaha mempertahankannya.
Tabel 3 menujukkan minat atau sikap kelas terhadap suatu mata pelajaran. Dalam pengukuran sikap atau minat kelas diperlukan informasi tentang minat atau sikap setiap peserta didik terhadap suatu objek, seperti mata pelajaran. Hasil pengukuran minat kelas untuk semua mata pelajaran berguna untuk membuat profil minat kelas. Jadi satuan pendidikan akan memiliki peta minat kelas dan selanjutnya dikaitkan dengan profil prestasi belajar. Umumnya peserta didik yang berminat pada mata pelajaran tertentu prestasi belajarnya untuk mata pelajaran tersebut baik.

Observasi
Penilaian ranah afektif peserta didik selain menggunakan kuesioner juga bisa dilakukan melalui observasi atau pengamatan. Prosedurnya sama, yaitu dimulai dengan penentuan definisi konseptual dan definisi operasional. Definisi konseptual kemudian diturunkan menjadi sejumlah indikator. Indikator ini menjadi isi pedoman observasi. Misalnya indikator peserta didik berminat pada mata pelajaran biologi adalah kehadiran di kelas, kerajinan dalam mengerjakan tugas-tugas, banyaknya bertanya, kerapihan dan kelengkapan catatan. Hasil observasi akan melengkapi informasi dari hasil kuesioner. Dengan demikian informasi yang diperoleh akan lebih akurat, sehingga kebijakan yang ditempuh akan lebih tepat.























BAB IV
PENUTUP

Cukup banyak ranah afektif yang penting untuk dinilai. Namun yang perlu diperhatikan adalah kemampuan pendidik untuk melakukan penilaian. Untuk itu pada tahap awal dicari komponen afektif yang bisa dinilai oleh pendidik dan pada tahun berikutnya bisa ditambah ranah afektif lain untuk dinilai
Ranah afektif yang penting dikembangkan adalah sikap dan minat peserta didik. Hal yang perlu diperhatikan dalam pengembangan instrumen afektif sebagai berikut.
1. Menentukan definisi konseptual atau konstruk yang akan diukur.
2. Menentukan definisi operasional
3. Menentukan indikator
4. Menulis instrumen.

Instrumen yang dibuat harus ditelaah oleh teman sejawat untuk mengetahui keterbacaan, substansi yang ditanyakan, dan bahasa yang digunakan. Hasil telaah digunakan untuk memperbaiki instrumen. Selanjutnya instrumen tersebut di ujicoba di lapangan. Hasil ujicoba akan menghasilkan informasi yang berupa variasi jawaban, indeks beda, dan indeks keandalan instrumen. Hasil ujicoba digunakan untuk memperbaiki instrumen. Hal yang penting pada instrumen afektif adalah besarnya indeks keandalan instrumen yang dikatakan baik adalah minimal 0,70.
Penafsiran hasil pengukuran menggunakan dua kategori yaitu positif atau negatif. Positif berarti minat peserta didik tinggi atau sikap peserta didik terhadap suatu objek baik, sedang negatif berarti minat peserta didik rendah atau sikap peserta didik terhadap objek kurang. Demikian juga untuk instrumen yang direncanakan untuk mengukur ranah afektif yang lain.




DAFTAR PUSTAKA

Allen, Mary. Yen., & Yen, Wendy. M. 1979. Introduction measurement theory. Berkeley, California: Brooks/Cole Publishing Company.
Andersen, Lorin. W. 1981. Assessing affective characteristic in the schools. Boston: Allyn and Bacon.
Arikunto, Suharsimi.
Daryanto. Evaluasi Pendidikan.
Gable, Robert. K. 1986. Instrument development in the affective domain. Boston: Kluwer-Nijhoff Publishing.
Jutmini, Sri dkk. 2007. Panduan Evaluasi Pembelajaran. Surakarta: Lembaga Pengembangan Pendidikan Universitas Sebelas Maret

Sabtu, 20 Februari 2010

Neurulasi


2. 1 Pengertian Neurulasi
Neurulasi berasal dari kata neuro yang berarti saraf. Neurulasi adalah proses penempatan jaringan yang akan tumbuh menjadi saraf, jaringan ini berasal dari diferensiasi ectoderm, sehingga disebut neural ectoderm. Sebagai inducer pada proses neurulasi adalah chorda mesoderm yang terletak di bawah neural ectoderm. Neurulasi dapat juga diartikan dengan proses awal pembentukan sistem saraf yang melibatkan perubahan sel-sel ektoderm bakal neural, dimulai dengan pembentukan keping neural (neural plate), lipatan neural (neural folds) serta penutupan lipatan ini untuk membentuk neural tube, yang terbenam dalam dinding tubuh dan berdesiferensiasi menjadi otak dan korda spinalis dan berakhir dengan terbentuknya bumbung neural. Diduga bahwa perubahan morfologi yang terjadi selama neurulasi sejalan dengan perubahan kromosom dan pola proteinnya. Penelitian ini dilakukan untuk membandingkan morfologi kromosom dan pola protein.

2.2 Tahapan – tahapan Neurulasi
Ektoderm adalah lapisan yang paling atas dan akan membentuk sistem saraf pada janin tersebut yang seterusnya membentuk otak, tulang belakang, kulit serta rambut.
Setelah fase gastrulasi selesai maka berlanjutlah pada fase neurulasi. Pada tahap awal Notochord ( Sumbu primitif embrio dan bakal tempat vertebral column ) menginduksi ektoderm di atasnya. Sel – sel ectoderm berubah menjadi panjang dan tebal daripada sel disekitarnya atau disebut juga dengan poliferasi menjadi lempeng saraf (neural plate).Pembentukan ini terleak pada bagian dorsal embrio.Kemudian bagian tepi neural plate menebal dan tumbuh ke atas yang akhirnya terbentuk neural fold atau lipatan neural. Selanjutnya terbentuk lipatan saraf ke arah dalam yang dibatasi oleh neural fold terhadap lapisan skin ectoderm, selanjutnya terjadi fusi neural fold kanan-kiri dan bagian tengah membentuk parit atau biasa disebut dengan parit neural (neural groove) kemudian terbentuk tabung/bumbung saraf (neural tube) dengan lubangnya yang disebut neural canal atau neurocoel.
Selanjutnya neural tube akan tenggelam di bawah ectoderm (skin ectoderm). Selama neurulasi juga terbentuk pial neural (neural crest) yang berasal dari sel-sel lempeng saraf yang tidak membentuk tabung saraf. Neural crest akan membentuk ganglion-ganglion saraf, sedangkan neural tube akan membentuk sistem saraf pusat Neural plate melipat (neural fold) yang kemudian menjadi alur saraf (neural groove).Neural fold akan meninggi (neural crest) dan menyatu sehingga terbentuk tabung saraf (neural tube).
Saat pembentukan tabung saraf (neural tube),sel-sel neural crest akan terpisah dan akan bermigrasi jauh dari neuro ektodermal.Neural crest akan menjadi lokasi yang dituju kemudian berdiferensiasi menjadi sel-sel ganglia spinalis dan otot otonom,dan sebagainya. Mesensim yang berasal dari neural crest disebut ektomesensim.
Selama minggu kelima, tingkat pertumbuhan yang berbeda menimbulkan banyak lekukan pada tabung neural, sehingga dihasilkan tiga daerah otak : otak depan, otak tengah dan otak belakang. Otak depan berkembang menjadi mata (saraf kranial II) dan hemisfer otak. Perkembangan semua daerah korteks serebri terus berlanjut sepanjang masa kehidupan janin dan masa kanak-kanak. Sistem olfaktorius dan thalamus juga berkembang dari otak depan. Saraf kranial III dan IV (occulomotorius dan trochlearis) terbentuk dari otak tengah. Otak belakang membentuk medula, spons, serebelum dan saraf kranial lain. Gelombang otak dapat dicatat melalui elektroensefalogram (EGG) pada minggu ke-8. ü Medula spinalis terbentuk dari ujung panjang tabung neural. Pada mudigah, korda spinalis berjalan sepanjang kolumna vertebralis, tetapi setelah itu korda spinalis tumbuh lebih lambat. Pada minggu ke-24, korda sinalis memanjang hanya sampai S1, saat lahir sampai L3 dan pada orang dewasa sampai L1. Mielinisasi korda spinalis mulai pada pertengahan gestasi dan berlanjut sepajang tahun pertama kehidupan. Fungsi sinaps sudah cukup berkembang pada minggu ke delapan sehingga terjadi fleksi leher dan badan. Struktur ektodermal lainnya, yaitu neural crest, berkembang menjadi sistem saraf perifer. Sel neural crest yang terlepas dari tepi lateral lipatan neural, menghasilkan ganglion spinal dan ganglion sistem autonom serta sejumlah sel jenis lain. Mesoderm paraksial, yang paling dekat dengan notokord dan neural tube yang sedang berkembang, berdiferensiasi untuk membentuk pasangan blok jaringan atau somit. Somit pertama muncul pada hari ke-20. Terdapat sekitar 30 pasagan somit pada hari ke-30 yang meningkat menjadi total 44 pasangan. Somit berdiferensiasi menjadi sklerotom, miotom, dan dermatom yang masing-masing menghasilkan tulang rangka sumbu, otot rangka dan dermis kulit













2. 3 Perkembangan Neural Tube
Neural tube akan mengalami organogenesis menjadi:
• Otak dan sumsum tulang belakang
• Saraf tepi otak dan tulang belakang
• Bagian persarafan indra seperti mata, hidung dan kulit
• Chromatophore kulit dan alat-alat tubuh yang berpigmen.
Neural tube mempunyai ujung - ujung yang disebut dengan neuropore. Neuropore ada 2 macam yaitu:
- Anterior Neuropore yang akan membentuk otak dan bagian-bagiannya
- Posterior neuropore yang akan membentuk fleksura atau lipatan yang akan menjadi batas antara bagian-bagian otak








Pada mamalia awalnya tabung saraf adalah struktur lurus. Namun, bahkan sebelum bagian posterior tabung telah terbentuk, yang sebagian besar bagian anterior tabung mengalami perubahan drastis. Di daerah ini, tabung saraf primer balon menjadi tiga vesikula otak-depan (prosencephalon), otak tengah (mesencephalon), dan hindbrain (rhombencephalon). Pada saat posterior akhir menutup tabung saraf, sekunder tonjolan-vesikula-optik telah memperluas lateral dari masing-masing sisi otak-depan berkembang. prosencephalon menjadi dibagi menjadi anterior telencephalon dan semakin caudal diencephalon. Yang telencephalon akhirnya akan membentuk belahan otak, dan diencephalon akan membentuk thalamic dan hipotalamus otak saraf daerah yang menerima input dari retina. Memang, retina itu sendiri adalah turunan dari diencephalon. Yang tidak menjadi mesencephalon dibagi, dan akhirnya lumen menjadi otak gorong-gorong. Rhombencephalon menjadi yang dibagi menjadi myelencephalon posterior dan yang lebih anterior metencephalon. Yang akhirnya menjadi myelencephalon medula oblongata, yang menghasilkan neuron saraf yang mengatur pernapasan, pencernaan, dan gerakan kardiovaskular. Yang menimbulkan metencephalon cerebellum, bagian otak yang bertanggung jawab untuk mengkoordinasi gerakan, postur, dan keseimbangan. The rhombencephalon mengembangkan pola segmental yang menentukan tempat-tempat tertentu berasal saraf. Pembesaran periodik disebut rhombomeres membagi rhombencephalon ke kompartemen kecil. Rhombomeres ini merupakan perkembangan yang terpisah "wilayah" di bahwa sel-sel dalam setiap rhombomere dapat mencampur dengan bebas di dalamnya, tapi tidak dengan sel-sel dari berdekatan rhombomeres. Selain itu, masing-masing rhombomere memiliki perkembangan yang berbeda nasib. Setiap rhombomere akan membentuk kelompok ganglia-badan sel saraf yang membentuk akson saraf.
Diferensiasi dari tabung saraf ke berbagai daerah di sistem saraf pusat terjadi secara bersamaan dalam tiga cara yang berbeda. Pada tingkat anatomis kotor, tabung saraf dan tonjolan dan menyempitkan lumen untuk membentuk bilik otak dan sumsum tulang belakang. Pada tingkat jaringan, populasi sel dalam dinding tabung saraf mengatur ulang diri mereka sendiri untuk membentuk wilayah fungsional yang berbeda dari otak dan sumsum tulang belakang. Akhirnya, pada tingkat sel, sel-sel yang neuroepithelial sendiri berdiferensiasi menjadi berbagai jenis sel saraf (neuron) dan sel pendukung (glia) hadir dalam tubuh. Perkembangan awal otak kebanyakan vertebrata sama

2. 4 Susunan Saraf Mula – Mula
Susunan saraf mula – mula terdiri dari 3 bagian.
1. bumbung neural
2. jambul neural
3. placode indra
Bumbung Neural akan menjadi encephalon di anterior dan medulla spinalis anterior. Encephalon akan berkembang menjadi 3 bagian.
1. prosencephalon, otak depan. Akan menjadi Telencephalon dan Diencephalon.
2. mesencephalon, otak tengah. Akan menjadi cerebral aqueduct.
3. rhombencephalon, otak belakang. Akan menjadi Myelencephalon dan metencephalon.
Jambul neural menghasilkan ganglia nervi craniales dan spinales. Terdapat juga Rongga otak (ventrikel), ada 4 ventrikel yang berisi cairan serebrospinal/ cairan otak . Fungsi : - menjaga otak agar tetap dalam keadaan basah
- menjaga otak tetap pada bentuk dan tempatnya

Placode indra adalah suatu jejeran epidermis yang menebal di daerah lateral caput, yang terdiri dari:
1. Placode nasus, disamping ventro – anterior caput
2. Placode lens, berhubungan dengan tonjolan optic di daerah prosencephalon yang bakal jadi diencephalon
3. Placode acoustic (otic), di dorso lateral tentang bagian tengah rhombencephalon
4. Placode calyculi gustatorii, yang terletak di lidah, pharynx, palatum molle atau ada juga di permukaan sebelah luar caput.

Neuron – neuron nervus centrale ( saraf pusat ) berasal dari neuroblast primitive, yang berasal dari sel – sel lapisan terdalam bumbung neural. Neuron – neuron nervus peripherioum (saraf tepi) berasal dari jambul neural dan beberapa placode indra.
Nervi spinales yang berjejer secara metamerisme, dibentuk dari sel – sel jambul neural dan bumbung neural. Dari jambul neural dihasilkan radix dorsalis dan dari bumbung neural dihasilkan radix ventralis.
Neurilemma dan selaput Schwann berasal dari spongiblast yang dating dari jambul neural. Begitu juga dengan pia meter, dibentuk dari sel – sel yang berasal dari jambul neural, sedangkan dura meter berasal dari sel – sel mesenkim. Jadi pada umumnya tela conjungtiva (jaringan pengikat) susunan saraf pusat berasal dari ectoderm juga. (Yatim, 1990: 261).
Medulla Spinalis (Sumsum Tulang Belakang)
Mula – mula Neural tube yg sudah tertutup terdiri dari Neuroepitel. Neuroepitel ini akan membelah dengan cepat dan menghasilkan banyak sel neuroepitel yang kemudian menjadi lapisan yang disebut Neuroepitelium. Lalu sel neuroepitel membentuk sel-sel saraf Primitif atau Neuroblas yang nantinya akan membentuk zona yang disebut lapisan mantel. Kemudian lapisan mantel akan membentuk “Substansia Grissea medulla spinalis “.Lapisan medula spinalis yang paling luar dan ada dalam lapisan mantel disebut lapisan marginal,sebagai akibat mielinisasi dan berwarna putih shg disebut “Substansia Grissea alba medulla spinalis “
Akibat dari bertambahnya neuroblas pd lapisan mantel mengakibatkan penebalan ventral dan dorsal.
Diferensiasi Histologiknya sebagai berikut:
1. Sel Saraf
2. Sel Glia
3. Sel-sel Krista neuralis
4. Saraf-saraf Spinalis
5. Pembentukan Selubung myelin

2.5 Perkembangan Saraf Janin Intra Uterus
Trimester I (0 – 12 minggu)
• Pada minggu ke-8, serabut-serabut saraf tersebar ke seluruh tubuh.
• Pada usia 10 minggu, rangsangan lokal dapat memicu gerakan berkedip, gerakan membuka mulut, penutupan jari tangan yang tidak sempurna, dan fleksi plantar jari kaki.
• Minggu ke-11 atau ke-12, janin membuat gerakan nafas, menggerakkan seluruh anggota geraknya dan mengubah posisi di dalam rahim.
• Janin dapat menghisap ibu jarinya dan berenang dalam kolam cairan amnion, bersalto dan mungkin membuat simpul pada korda umbilikalis.
• Janin berespons terhadap kebisingan, sinar yang kuat, stimulasi yang mengganggu pada kulit, dan penurunan suhu dengan mengubah respons otonom, misalnya kecepatan denyut jantung dan dengan bergerak.

Gambar 1.1 Perkembangan janin intra uetrus trimester I

Trimester II (12 – 28 minggu)
• Gerakan janin dapat dirasakan sejak usia gestasi 14 minggu; “latihan fisik” diperkirakan membantu pertumbuhan otot dan ekstremitas.
• Pada minggu ke-16, sistem saraf janin mulai berfungsi. Stimulasi dari otak sudah di respons oleh otot-otot sehingga janin bisa mengoordinasikan gerakannya.
• Janin makin aktif bergerak. Dia menendang-nendang bahkan melakukan aksi berputar dalam rahim ibu. Apabila gerakan cukup kuat untuk di rasakan ibu sebagai gerakan bayi maka terjadilah quickening. Untuk nulipara, perasaan ini biasanya di alami setelah minggu ke-16 gestasi. Pada multipara, quickening dapat dirasakan lebih awal. Pada waktu itu, ibu menjadi sadar akan siklus tidur dan bangun janin.

Trimester III (28 – 36 minggu)
• Perkembangan pesat dalam tubuh janin pada awal bulan ke-7 terjadi pada sistem saraf pusatnya, terutama pada otaknya. Bagian otak yang mengalami perkembangan paling pesat adalah otak yang mengelola proses penyampaian informasi kepada organ pendengaran serta organ penglihatan. Perkembangan ini memungkinkan si kecil mampu mengenali dan membedakan antara suara sang ibu dan anggota keluarga lainnya, meskipun suara yang didengar belum sejernih suara aslinya. Kelopak matanya juga telah dapat membuka dan menutup.
• Bola matanya telah dapat digunakan untuk melihat. Bila si ibu berdiri di tempat yang cukup terang, si kecil dapat melihat siluet benda-benda di sekitar ibunya.
• Memasuki bulan ke-9, proses yang terjadi bukanlah proses pembentukan, tetapi lebih bersifat penyempurnaan. Selama trimester ketiga ini, integrasi fungsi saraf otot berlangsung secara pesat.
Pada aterm, susunan saraf sudah siap untuk menerima dan mengolah informasi. Fungsi korteks serebrum pada manusia relatif imatur dibandingkan dengan yang ditemukan pada spesies mamalia lainnya. Mielinisasi sempurna jalur motorik yang panjang terjadi setelah lahir, sehingga gerakan halus jari tangan, misalnya, belum tampak sampai beberapa bulan setelah lahir.

2.6 Perkembangan Saraf Janin Ekstra Uterus
Setelah lahir, susunan saraf mengalami perkembangan pesat sebagai respons terhadap peningkatan input sensorik. Refleks mungkin sedikit tertekan pada 24 jam pertama, terutama apabila terjadi penyaluran transplasenta analgesia narkotik, tetapi kemudian beberapa refleks mulai tampak. Pada kasus asfiksia berat, skor Apgar yang rendah atau kerusakan saraf, refleks tertekan atau mungkin memerlukan waktu lebih lama untuk muncul.
Refleks menggenggam atau refleks Moro digunakan untuk menilai kemampuan refleks bayi baru lahir.
• Bayi juga memperlihatkan genggaman palmar yang kuat dan gerakan melangkah ritmik. Banyak refleks yang terdapat pada neonatus akan menghilang kecuali apabila terjadi proses patologis, yaitu refleks tersebut muncul pada masa dewasa.
• Bayi memperlihatkan kesadaran umum akan keadaan di sekitarnya dan bereaksi terhadap suara dan cahaya.
• Bayi lahir dengan jalur sensorik yang aktif.
• Penelitian membuktikan bahwa neonatus dapat mengenali bau ASI. Mereka dapat membedakan rasa dan tampaknya lebih menyukai rasa manis.
• Walaupun bayi sudah dapat melihat pada saat lahir, terjadi perkembangan pesat kemampuan visual dalarn 6 bulan pertama.
• Neonatus memperlihatkan ketajaman penglihatan yang terbatas tetapi tampaknya berfokus pada jarak 20 cm. Sejak lahir, bayi dapat membedakan antara kontras dan kontur serta dapat mengikuti gerakan.
• Neonatus mampu mendengar dan membedakan suara, terutama yang berfrekuensi rendah sampai sedang. Penelitian membuktikan bahwa neonatus dapat mengenal suara ibu mereka dan lebih menyukai intonasi ritmik mengalun seperti menyanyi (DeCasper & Fifer, 1980) Neonatus terbuai oleh suara ritmik bernapas, denyut jantung, dan peristaltik usus, yang mereka dengar, misalnya, selagi digendong.
• Bayi tampak terfokus pada rangsang visual dan tampaknya mengolah informasi sensorik.
• Pada keadaan terjaga aktif, kecepatan pernapasan meningkat den ireguler.
• Terjadi perubahan warna kulit, banyak aktivitas, dan bayi memperlihatkan peningkatan kepekaan terhadap rangsangan.

2.7 Cara pembentukan bumbung neural (nural tube)
Ada dua cara utama untuk membentuk neural tube. Neurulasi primer, sel-sel saraf yang mengelilingi piring piring langsung sel-sel saraf yang berkembang biak, invaginate, dan lepas dari permukaan untuk membentuk tabung hampa. Dalam neurulasi sekunder, tabung saraf timbul dari tali yang solid sel-sel yang tenggelam ke dalam embrio dan kemudian lubang keluar (cavitates) untuk membentuk tabung hampa. Sejauh mana konstruksi mode ini digunakan bervariasi antara kelas vertebrata. Neurulasi pada ikan secara eksklusif sekunder. Pada burung, bagian anterior tabung saraf yang dibangun oleh neurulasi utama, sementara tabung saraf caudal untuk kedua puluh tujuh somite pasangan (yakni, segala sesuatu posterior ke hindlimbs) dibuat oleh neurulation sekunder. Dalam amfibi, seperti Xenopus, sebagian besar tabung saraf kecebong dibuat oleh neurulation primer, tapi tabung saraf ekor berasal dari neurulation sekunder. Pada tikus (dan mungkin manusia juga), neurulasi sekunder dimulai pada atau sekitar tingkat somite 35.
a. Neurulasi Primer
Selama neurulasi primer, ektoderm asli dibagi menjadi tiga set sel: (1) ditempatkan secara internal neural tube, yang akan membentuk otak dan sumsum tulang belakang, (2) diposisikan eksternal epidermis kulit, dan (3) saraf sel puncak. Sel puncak neural formulir di kawasan yang menghubungkan tabung saraf dan kulit ari, tapi kemudian pindah di tempat lain, mereka akan menghasilkan perifer neuron dan glia, sel-sel pigmen kulit, dan beberapa jenis sel lain.
Proses neurulasi primer pada amfibi, reptil, burung, dan mamalia mirip. Tidak lama setelah piring saraf telah terbentuk, tepi menebal dan bergerak ke atas untuk membentuk lipatan saraf, sedangkan saraf berbentuk U groove muncul di tengah piring, membagi masa depan sisi kanan dan kiri embrio. Lipatan saraf yang bermigrasi ke arah garis tengah embrio, akhirnya sekering untuk membentuk tabung saraf di bawah ektoderm di atasnya. Sel-sel di bagian dorsalmost tabung saraf menjadi puncak sel saraf.
Neurulasi terjadi dengan cara yang agak berbeda di berbagai daerah dalam tubuh. Yaitu kepala, badan, dan ekor masing-masing daerah membentuk tabung saraf dengan cara-cara yang mencerminkan hubungan induktif dari endoderm faring, prechordal piring, dan notochord ke atasnya ektoderm. Kepala daerah dan batang kedua menjalani neurulation varian dari primer, dan proses ini dapat dibagi menjadi empat yang berbeda tetapi saling tumpang tindih spasial dan temporal tahap: (1) pembentukan lempeng saraf, (2) pembentukan saraf piring; (3) pembengkokan dari piring saraf membentuk saraf dashed; dan (4) penutupan alur saraf untuk membentuk tabung saraf

Primer neurulation: pembentukan tabung saraf dalam embrio anak ayam. (A, 1) Sel saraf dari pelat dapat dibedakan sebagai sel memanjang di daerah dorsal ektoderm. Lipat dimulai sebagai engsel saraf medial titik (MHP) sel jangkar untuk notochord dan mengubah bentuk mereka, sementara sel-sel epidermis anggapan bergerak menuju pusat. (B, 2) lipatan saraf yang diangkat sebagai anggapan epidermis terus bergerak ke arah garis tengah dorsal. (C, 3) Konvergensi lipatan saraf terjadi sebagai titik engsel Korteks (DLHP) sel-sel menjadi berbentuk baji dan sel-sel epidermal mendorong ke tengah.
(D, 4) lipatan saraf dibawa ke dalam kontak dengan satu sama lain, dan sel-sel saraf menghubungkan puncak tabung saraf dengan epidermis. Puncak sel saraf kemudian bubar, meninggalkan tabung saraf terpisah dari epidermis.

Tiga pandangan neurulation dalam embrio amfibi, menunjukkan awal (kiri), tengah (pusat), dan akhir (kanan) neurulae dalam setiap kasus. (A) melihat ke bawah pada permukaan dorsal seluruh embrio. (B) Sagit-angka bagian melalui bidang medial embrio. (C) Transverse bagian melalui pusat embrio.

b. Neurulasi Sekunder
Neurulasi sekunder merupakan pembentukan rongga pada pita sel – sel solid. Neurulasi sekunder melibatkan pembuatan sebuah tali meduler dan pengosongan selanjutnya menjadi tabung saraf .
Pada katak dan anak ayam, neurulation sekunder biasanya terlihat dalam tabung saraf lumbalis (perut) dan tulang ekor. Dalam kedua kasus, dapat dilihat sebagai kelanjutan dari gastrulasi. Pada katak, bukannya involuting ke embrio, sel-sel bibir blastopori dorsal terus tumbuh ventrally (Gambar 12.9A, B). Daerah yang tumbuh di ujung bibir disebut chordoneural engsel (Pasteels 1937), dan berisi prekursor untuk kedua bagian posteriormost piring dan saraf posterior bagian notochord. Pertumbuhan wilayah ini kurang lebih berbentuk bola mengubah gastrula, 1.2 mm diameter, menjadi kecebong linear beberapa 9 mm lama. Ujung ekor adalah keturunan langsung blastopori dorsal bibir, dan sel-sel yang melapisi membentuk blastopori neurenteric kanal. . Proksimal bagian dari kanal neurenteric berfusi dengan anus, sementara bagian distal menjadi ependymal kanal (yaitu, lumen tabung saraf)
Neurulasi sekunder di daerah caudal 25-somite embrio. (A) membentuk kabel meduler paling ujung caudal ayam tailbud.

(B) kabel meduler pada posisi sedikit lebih anterior di tailbud.(C) cavitating tabung saraf dan membentuk notochord. (D) The lumen menyatu untuk membentuk kanal pusat dari tabung saraf.







Gbr. Gerakan sel selama neurulation di Xenopus sekunder. (A) Involusi dari mesoderm pada tahap gastrula pertengahan. (B) Gerakan bibir blastopori dorsal pada gastrula akhir / awal tahap neurula. Involusi telah berhenti, dan keduanya ektoderm dan mesoderm almarhum blastopori bibir bergerak posterior. (C) Awal tahap kecebong, di mana sel-sel yang melapisi membentuk blastopori neurenteric kanal, bagian dari yang menjadi sekunder lumen tabung saraf.

2.8 Kelainan – Kelainan
Proses neurulasi yang tidak sempurna dapat menyebabkan kelainan – kelainan. Diantaranya sebagai berikut:
a. Anencephaly
Anencephaly adalah sepalik gangguan yang dihasilkan dari sebuah cacat tabung saraf yang terjadi ketika batok kepala (kepala) ujung tabung saraf gagal menutup, biasanya antara tanggal 23 dan 26 hari kehamilan, yang mengakibatkan tidak adanya bagian besar dari otak , tengkorak, dan kulit kepala [1]. Anak-anak dengan gangguan ini dilahirkan tanpa otak-depan, bagian terbesar dari otak yang terdiri terutama dari otak belahan otak (yang mencakup neokorteks, yang bertanggung jawab untuk tingkat lebih tinggi kognisi, yaitu, berpikir)


b. Spina bifida
Spina Bifida (Sumbing Tulang Belakang) adalah suatu celah pada tulang belakang (vertebra), yang terjadi karena bagian dari satu atau beberapa vertebra gagal menutup atau gagal terbentuk secara utuh. Penonjolan dari korda spinalis dan meningens menyebabkan kerusakan pada korda spinalis dan akar saraf, sehingga terjadi penurunan atau gangguan fungsi pada bagian tubuh yang dipersarafi oleh saraf tersebut atau di bagian bawahnya. Gejalanya tergantung kepada letak anatomis dari spina bifida. Kebanyakan terjadi di punggung bagian bawah, yaitu daerah lumbal atau sakral, karena penutupan vertebra di bagian ini terjadi paling akhir.
Terdapat beberapa jenis spina bifida:
1. Spina bifida okulta : merupakan spina bifida yang paling ringan. Satu atau beberapa vertebra tidak terbentuk secara normal, tetapi korda spinalis dan selaputnya (meningens) tidak menonjol. Gejalanya:
- seberkas rambut pada daerah sakral (panggul bagian belakang)
- lekukan pada daerah sakrum.
2. Meningokel : meningens menonjol melalui vertebra yang tidak utuh dan teraba sebagai suatu benjolan berisi cairan di bawah kulit.



3. Mielokel : jenis spina bifida yang paling berat, dimana korda spinalis menonjol dan kulit diatasnya tampak kasar dan merah. Gejalanya berupa:
- penonjolan seperti kantung di punggung tengah sampai bawah pada bayi baru lahir
- jika disinari, kantung tersebut tidak tembus cahaya
- kelumpuhan/kelemahan pada pinggul, tungkai atau kaki, penurunan sensasi
- inkontinensia uri (beser) maupun inkontinensia tinja
- korda spinalis yang terkena rentan terhadap infeksi (meningitis).

Senin, 01 Februari 2010

Cilok Tempe Goreng

Udah 2 hari orang yang biasa nyuci baju plus nyetrika plus nyuci piring plus beres – beres dirumahku (istilah pembokat kesannya kasar banget sih) lagi gak masuk. Alhasil akulah yang akhirnya jadi pembokat jadi – jadian. Kebetulan aku kan lagi libur kuliah.
Dari masak, nyuci piring, nyapu lante, ama jemur pakaian (lo’ nyuci pakaian seh tugasna mesin cuci tuch) semuanya aku yang ngerjain plus paksaan dari nenek sih. Lo’ gak dipaksa ya nunggu ati bolong baru aku kerjaen hehehe…
Adekku kan sakit. Waktu itu dia maksa pengen makan. Kebiasaan adekku si Nela itu kalo’ makan harus serba panas. Nasi harus baru keluar dari magic com, lauk pauk juga harus baru ngambil dari tempat sampah, ya gag donk. Yang betul ya baru ngambil dari kuali, kalo’ pake panci ya ngambilnya dari panci…
Lha,,paz itu si Nela lagi pengen makan. Yang ada di lemari es tu tempe ama telor. Di lemari kebetulan ada tepung. Akupun bereksperimen. Tempe pake tepung terigu dan telur kan enak – enak aja (pikirku, n’ emang bener kan??).
Resepkuwh nie:
Bahan: Telor , tempe , tepung ( tidak diketahui secara jelas itu tepung apa , menurut Kiki itu tepung terigu )
Cara :
1. masukkan dan kocok telur pada mangkuk
2. masukkan tepung secukupnya pada mangkuk
3. aduk secara merata
4. Bila masih encer tambahkan lagi hingga adonan mengental
5. Potong – potong tempe hingga kecil
6. masukkan tempe pada adonan
7. Goreng adonan tempe
Waktu lagi goreng, tiba – tiba nenekku tiba di rumah. Beliau menyongsongku di dapur (maaak…bahasanyo). Paz diliat nenek bertanya,
Nenek : ”ki,itu apaan?kok adonannya lengket – lengket gitu?”
Aku : ”tempe tepung ini,tempenya dibuat kecil – kecil, tepungnya dibanyakin biar jadi banyak.” (dengan bangga)
Nenek : “ Itu tepung apa?”
Aku : “ Tepung terigu” (masih dengan bangga dan mantap”
Nenek : (memegang tepung yang tersisa di plastik) “ Halah…ini sih tepung kanji!pantesan adonannya lengket gitu kayak lem.”
Aku : “Gyaaaa…..” (panik)
Aku : “ Sampe aku banyakin tepungnya, aduh gimana ni?”
Nenek : “ Tambahin tepung rempeyek…!!!”
Aku : (nurut, dan memasukkan tepung rempeyek)
Nenek : “ Tambahin air!”
Aku : (manut, memasukkan air)
Nenek : “udah. Cukup … cukup”
Aku : (menggoreng hasil olahan lebih lanjut)
1 menit kemudian
Aku : (mengunyah hasil olahan lebih lanjut) “ Nyam … nyam” (diem aja trus nambahin garem hasil olahan lebih lanjut)
Aku : (nyoba lagi) “ emm…lumayan” (setelah abiz) “ Week..eneg”
Nenek : ( tiba – tiba dating, nyomot satu) “ enak juga..”
Aku : (kaget)
Nela : “ Mbak, mana tempenya?” (sambil ngelirik gumpalan sesuatu berwarna coklat di piring dengan tatapan curiga)
Aku : “ Ini” (menunjuk gumpalan sesuatu berwarna coklat di piring dengan senyum menawan)
Nela : “ Enak tuh?”
Aku : “ Oh enak donk”
Nela : (ambil nasi, ambil gumpalan sesuatu berwarna coklat di piring dua biji dengan hati riang gembira)
Aku : “ Kasih kecap yang banyak biar tambah enak”
Nela : (manut ajah sambil menikmati gumpalan sesuatu berwarna coklat)
Aku : “ Itu namanya CILOK TEMPE GORENG, soalnya tepungnya pake’ kanji, enak kan?”
Nela : “enak”
Akhirnya Nela terselamatkan dari rasa aneh dan eneg setelah makan CILOK TEMPE GORENG karena dia makan pake nasi dan kecap.
Mungkin ada yang mo nyobain buat CILOK TEMPE GORENG silahkan buat, enak kok rasanya. Dengan catatan dihidangkan harus bersama dengan kecap ato saus ato sambal ato ketiganya dalam keadaan masih panas ato hangat. Dilarang keras memakannya sebagai cemilan tanpa apapun.

Rabu, 27 Januari 2010

kenalan duonk

hyaaaa
akhirnya ngikut nge-blog juga
gak tau kenape tiba - tiba aku pengen banget nge-blog
kenalin fren aku kiki. Nama lengkapkuwh sebenernya sih jauh banget ama panggilannya tapi masih rasional ajah kok
Wazirotus Sakinah, dari kata "KI" inilah digandakan menjadi nama panggilanku sekarang ini
gitu deeeh
Oh yaa aku adalah anak gembala yang slalu riang..eh bukan yah aku anak manusia donk beradik satu bernama Nela (kelas 4 SD)- berkakak tua bukan..bukan berkakak dua maksute bernama diah (beranak satu, nadin - PAUD) dan Mutim (beranak dalam kubur .... eh....gag dink...beru lulus S1 pend.kimia di UM)
Gitu ajah deeh,,

PS. berhubung aku masih anak baru di dunia ini, ajari yoooh

Sabtu, 16 Januari 2010

Molekular

Abis blogswalks ternyata ada program studi yang mempelajari biologi dengan sudut pandang fisika. eh ni blog ternyata juga sharing beberapa buku. Emang gak banyak postingannya tapi lumayan kok buat blogswalk. Baidewe,, coba klik nich blog 

yang dapat Q donlod ternyata cukup mantap dan bisa buat referensi belajar, ni bukunya 




Laporan Hidrolisis Sukrosa dan Pati (Kanji)

I. Tujuan percobaan
Untuk mempelajari hidrolisis sukrosa atau pati (kanji)
Untuk mempelajari hidrolisis (pati) kanji oleh mylase air ludah,
Untuk menentukan kondisi optimum pH dan temperatur pada hidrolisis pati dengan katalis amylase air ludah.

II.Tinjauan Pustaka
Sukrosa
Oligosakarida, ialah gula yang bila terhidrolisa menghasilkan beberapa molekul monosakarida. Termasuk senyawa ini ialah :a) disakarida, tersusun dari 2 molekul monosakarida.b).trisakarida, tersusun dari 3 molekul monosakarida.,c) tetrasakarida, tersusun dari 4 molekul monosakarida.Sifat dari oligosakarida, mudah larut daiam air dan larutannya berasa manis.( Girindra, A. 1983.)
Sukrosa merupakan salah satu disakarida yang berlimpah ruah. Sukrosa ialah gula yang kita kenal sehari-hari, baik yang berasal dari tebu maupun dari bit. Selain pada tebu dan bit, sukrosa terdapat pula pada turnbuhan lain, rnisalnya dalarn buah nanas dan dalam wortel. Dengan hidrolisis sukrosa akan terpecah dan menghasilkan glukosa dan fruktosa. Molekul sukrosa tidak mempunyai gugus aldehida atau keton bebas, atau tidak mempunyai gugus –OH glikosidik. Sukrosa mempunyai sifat memutar cahaya terpolarisasi ke kanan. Sukrosa (gula pasir yang umum) didapatkan secara komersil dari tebu atau bit. Atom-atom anomer unit glukosa dan unit fruktosa berikatan [ada disakarida ini, konfigurasi ikatan glikosidik ini adalah α untuk glukosa dan β untuk fruktosa. Dengan sendirinya, sukrosa tidak mempunyai gugus pereduksi bebas (ujung aldehid atau keton), berbeda dengan sebagian besar gula lainnya. Hidrolisis sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa dikatalis oleh sukrose( juga disebut invertase karena hidrolisis mengubah aktivitas optik dari putaran kekanan menjadi kekiri).(Lubert Stryer. Biokimia: hal 471)
Pati
Pada umumnya polisakarida mempunyai molekul besar dan lebih kompleks dari pada mono dan oligosakarida. Molekul polisakarida terdiri atas banyak molekul monosakarida. Polisakarida yang terdiri atas satu macam monosakarida saja disebut homopolisakarida, sedangkan yang mengandung senyawa lain disebut heteropolisakarida. Umumnya polisakarida berupa senyawa berwarna putih dan tidak berbentuk kristal, tidak mempunyai rasa manis dan tidak mempunyai sifat mereduksi. Berat molekul polisakarida bervariasi dari beberapa ribu hingga lebih dari satu juta. Polisakarida yang dapat larut dalam air akan membentuk larutan koloid.
Beberapa polisakarida yang penting di antaranya ialah amilum, glikogen, dekstrin dan sakarida..Amilum Polisakarida ini terdapat banyak di alam, yaitu pada sebagian besar tumbuhan. Amilum atau dalam bahasa sehari-hari disebut pati terdapat pada umbi, daun, batang dan biji-bijian. Batang pohon sagu mengandung pati yang setelah dikeluarkan dapat dijadikan bahan makanan. Umbi yang terdapat pada ubi jalar atau akar pada ketela pohon atau singkong mengandung pati yang cukup banyak, sebab ketela pohon tersebut selain dapat digunakan sebagai makanan sumber karbohidrat, juga digunakan sebagai bahan baku dalam pabrik tapioka. Butir-butir pati apabila diamati dengan menggunakan mikroskop, ternyata berbeda-beda bentuknya, tergantung dari tumbuhan apa pati tersebut diperoleh. Bentuk butir pati pada kentang berbeda dengan yang berasal dari terigu atau beras.
Pati merupakan simpanan energi di dalam sel-sel tumbuhan berbentuk butiran-butiran kecil mikroskopik dengan berdiameter berkisar antara 5-50 nm. Struktur pati terdiri dari α- amilosa dan amilopektin. Amilosa merupakan polimer glukosa rantai panjang yang tidak bercabang sedangkan amilopektin merupakan polimer glukosa dengan susunan yang bercabang-cabang. Komposisi kandungan amilosa dan amilopektin ini akan bervariasi dalam produk pangan dimana produk pangan yang memiliki kandungan amilopektin tinggi akan semakin mudah untuk dicerna. (Lehninger, albertL. Dasar-Dasar Biokimia. Hal : 95)
Di alam, pati akan banyak terkandung dalam beras, gandum, jagung, biji-bijian seperti kacang merah atau kacang hijau dan banyak juga terkandung di dalam berbagai jenis umbi-umbian seperti singkong, kentang atau ubi.
Kitin
Kitin merupakan polimer dari N-asetil – D- glukosamin yang digabungkan oleh ikatan β. Kitin terdapat [pada cangkang kulit luar insekta.
Dextran
Dextran merupakan polimer dari glukosa, dimana masing-masing residu glukosa dihibun gkan dengan ikatan α 1-6. dextan juga memilki rantai cabang yang dibentuk khusus dengan ikatan α 1-2, α 1-3 atau α 1-4 tergantung pada spesies bakteri yang menggunakan dextran sebagai sumber casdangan makanannya. Pada uji hidrolisis pati, hidrolisis sempurna apabila menjadi senyawa yang lebih sederhana yang terdeteksi pada perubahan warna. Hal ini terlihat padas perubahan warna setiap tiga menit disertai perbedaan hasil hidrolisis pula. (Fessenden & Fessenden, 1982)
Pada praktikum kali ini, kami melakukan percobaan hidrolisis pati atau kanji. Percobaan ini kami lakukan untuk mempelajari hidrolisis pati atau kanji dengan amylase air ludah serta untuk menentukan kondisi optimum pH dan temperature pada hidrolisis pati dengan katalisis amylase air ludah.
Teori yang mendasari hidrolisis pati menurut Feseenden adalah, pati (starch) atau amilum merupakan polisakarida yang terdapat pada sebagian besar tanaman, terbagi menjadi dua fraksi yaitu amilosa dan amilopektin. Amilosa (+- 20 %) memilki strusktur linier dan dengan iodium memberikan warna biru serta larut dalam air. Fraksi yang tidak larut disebut amilopektin (+- 80 %) dengan struktur bercabang. Dengan penambahan iodium fraksi memberikan warna ungu sampai merah. Patai dalam suasana asam bila dipanaskan akan terhidrolisis menjdi senyawa-senyawa yang lebih sedrhana. Hasil hidrolisis dapat dengan iodium dan menghaislkan warna biru samapi tidak berwarna. Hasil akhir hidrolisis dapat ditegaskan dengan uji Benedict.
Eksperimen yang pertama kami lakukan adah penentuan pH optimum untuk hidrolisis pati atau kanji dengan amylase air ludah. Sebelumnya kami mengumpulkan air ludah atau liur terlebih dahulu dari salah seorang praktikan. Penambahan air liur pada pati di awal sebelum proses ini berfungsi sebagai enzim yang akan mengkatalisis proses hidrolisa senyawa pati, karena pada air liur terdapat enzim amylase yang akan mengubah amilum menjadi maltosa, dan pati merupakan amilum. Amylase pada air ludah ini juga sering disebut dengan enzim ptialin. Proses perubahan amilum menjadi maltosa merupakan hidrolisis. Seperti pada website rismakafiles wordpress, bahwa Bila amilum ditambahkan air liur (amilase) maka molekul-molekulnya akan terhidrolisis manjadi maltosa dengan BM 360 dan glukosa. Amilosa merupakan suatu polimer linear yang terdiri dari unit-unit D-glukosa dalam ikatan 1,4 glukosida. Berbeda dengan amilopektin, amilosa merupakan suatu polisakarida yang bercabang dan terdiri dari unit-unit D-glukosa dalam ikatan. Tanpa adanya enzim amylase pati akan susah untuk terhidrolisis menjadi komponen sakar – sakarnya.
Disini kami memakai 4 tabung reaksi yang telah diisi dengan 3 mL larutan kanji pada setiap tabungnya. Pada tabung pertama kami menambahkan 1 mL HCl 0.5 M, kemudian kami mencampurnya dengan cara mengocok tabung reaksi. Setelah kami kocok, terdapat banyak butiran putih dan warna sedikit keruh. Warna keruh ini disebabkan karena warna larutan kanji yang keruh itu sendiri.
Pada tabung kedua dengan perlakuan yang sama, hanya saja HCl 0.5 M kami ganti dengan HCl 0.05 M. Setelah dikocok didapat warna yang juga keruh, tetapi butiran – butiran terdapat sedikit jika dibandingkan dengan tabung reaksi 1. Kemungkinan ini terjadi karena adanya perbedaan konsentrasi. Semakin besar konsentrasinya maka butiran akan semakin banyak. Tetapi banyak sedikitnya butiran disini bukanlah masalah karena tidak berpengaruh terhadap reaksi hidrolisis nantinya.
Pada tabung ketiga dengan perlakuan yang sama pula, hanya saja HCl diganti dengan aquades. Setelah dikocok warna menjadi keruh dengan butiran yang jauh lebih kecil dan sedikit.
Pada tabung keempat dengan perlakuan yang sama, dengan HCl diganti dengan NaCO3 0.5 M. Setelah dikocok warna menjadi keruh keunguan, terdapat banyak butiran yang lebih besar.
Setelah tabung – tabung reaksi diberi reagen yang berbeda – beda, tabung – tabung itu kemudian diberi air ludah encer sebanyak 1 mL. Air ludah encer ini didapat dari pengenceran dengan penambahan aquades secukupnya.
Setelah semua tabung reaksi diberi air ludah, larutan dari keempat tabung reaksi ini diteteskan beberapa tetes pada pelat tetes yang telah diberi iodine. Iodine yang kami gunakan berwarna kuning, dan encer karena latutan iodine yang lebih pekat akan menyulitkan praktikan dalam membedakan perubahan warna yang terjadi. Dari pencampuran antara larutan kanji dengan larutan iodine kami mengamati perubahan warna yang terjadi dari keempat larutan yang berasal dari empat tabung rekasi dengan komposisi yang berbeda. Kami mengamati mulai dari 30 detik pertama hingga tiap menit dengan memberi larutan kanji pada larutan iodine yang lain. Kami mengamati hingga 10 menit.
Pada tabung 1. Hingga 10 menit tetap tidak terjadi perubahan pada warna. Warna larutan iodine yang diberi larutan kanji ini tetap berwarna hitam pekat. Ini berarti pada tabung ini tidak ada reaksi hidrolisis, karena adanya reaksi hidrolisis ditandai dengan berubahnya warna hitam menjadi bening. Hal ini dikarenakan adanya pencampuran dengan HCl. HCl merupakan reagen, dengan adanya reagen reaksi hidrolisis menjadi terhambat. Adanya warna hitam pekat itu dikarenakan amilosa, yang tersusun atas 20% pati, daan unit-unit glukosa membentuk rantai lurus yang berikatan menurut 1,4 glikosida. Dalam larutan rantai ini berbentuk heliks (spiral) karena adanya ikatan dengan konfigurasi a pada setiap unit glukosa. Bentuk tabung dari molekul spiral ini yang menyebabkan amilosa dapat berikatan kompleks dengan molekul iodium yang masuk membentuk senyawa berwarna biru tua atau hitam pekat.
Pada tabung 2. Hingga 10 menit tetap tidak terjadi perubahan warna seperti pada tabung 1. Ini dikarenakan adanya HCl meskipun konsentrasi yang dipakai lebih kecil, namun tetap saja HCl merupakan reagen yang akan menghambat reaksi hidrolisis pati oleh enzim amylase.
Pada tabung 3. Setelah 1 menit mulai terjadi perubahan pada larutan kanji yang diberi aquades ini. Larutan ini semakin bening, dan warna hitam pekat yang diakibatkan pencampuran antara larutan iodine dengan larutan kanji mulai menghilang. Setelah 5 menit larutan ini menjadi bening, tanpa adanya warna hitam sama sekali. Ini terjadi karena yang dicampurkan dalam larutan kanji adalah aquades. Aquades bukanlah reagen, dan aquades memiliki pH netral, tidak asam maupun tidak basa. Sehingga pencampuran aquades tidak akan menghambat reaksi hidrolisis pati yang dibantu oleh enzim amylase.
Pada tabung 4. Hingga 10 menit tetap tidak terjadi perubahan warna seperti pada tabung 1. Ini dikarenakan adanya NaCO3 merupakan reagenyang akan menghambat reaksi hidrolisis pati oleh enzim amylase. Adanya warna hitam pekat itu dikarenakan amilosa, yang tersusun atas 20% pati, daan unit-unit glukosa membentuk rantai lurus yang berikatan menurut 1,4 glikosida. Dalam larutan rantai ini berbentuk heliks (spiral) karena adanya ikatan dengan konfigurasi a pada setiap unit glukosa. Bentuk tabung dari molekul spiral ini yang menyebabkan amilosa dapat berikatan kompleks dengan molekul iodium yang masuk membentuk senyawa berwarna biru tua. Namun pada menit pertama terlihat warna ungu muda, hal ini mungkin terjadi karena iodine yang diberikan hanya sedikit, sehingga perubahan warna tidak sepekat yang lainnya selain itu larutan kanji yang dipai juga hanya sedikit sehingga tidak dapat membuat warna yang pekat karena larutan kanji yang sedikit berarti amylum yang terdapat disana juga sedikit.
Dari eksperimen ini dapat disimpulkan bahwa yang mengalami hidrolisis ada pada tabung 3, kemudian kami menghitung pH tabung 3 dengan menggunakan pH paper. pH yang diperoleh adalah 5. Berarti pH optimum untuk hidrolisi kanji (pati) adalah 5, yaitu pada kondisi asam.
Eksperimen kedua adalah menentukan temperatur yang optimum untuk hidrolisis kaji atau pati dengan amylase air ludah. Adapun proses yang dilakukan adalah dengan menambahkan kurang lebih 3 ml larutan kanji atau sebanyak 30 tetes pada setiap tabung reaksi. Kami memakai 3 tabung reaksi yang diletakkan pada kondisi yang berbeda. Berikut hasil percobaan yang telah kami lakukan:
Pada tabung 1. Kami meletakkan tabung ini pada suhu kamar yaitu 250C, kami meletakkan tabung ini pada suhu kamar hingga 5 menit. Setelah itu kami memberi larutan kanji dengan air ludah yang telah diencerkan yang telah kita ketahui bahwa airt ludah ini mengandung enzim amylase. Kemudian kami memperlakukan seperti pada percobaan pertama, yaitu meneteskan larutan kanji ini pada pelat tetes yang telah diberi iodine, tapi kami melakukannya hingga 5 menit. Hasil yang kami peroleh adalah tabung 1 tetap berwarna pekat. Ini berarti suhu 250C bukanlah temperatur yang optimal untuk membuat enzim amylase bekerja dengan baik dalam membantu reaksi hidrolisis.
Pada tabung 2. Kami meletakkan tabung ini pada suhu 400C, kami meletakkannya pada gelas kimia dengan air yang bersuhu 400C, dan kami menjaganya agar suhunya tetap. Setelah 5 menit kami memberi larutan kanji ini dengan air ludah. Kemudian kami memperlakukan seperi pada tabung 1. Hasil yang diperoleh adalah terjadi reaksi hidrolisis sejak menit keempat, rekasi ini dapat diketahui oleh adanya perubahan warna dari pekat ke bening.
Pada tabung 3. Kami meletakkan tabung pada aquades yang mendidih. Setelah 5 menit kami memberi larutan kanji ini dengan air ludah. Kemudian kami memperlakukan sama seperti pada tabung – tabung yang lain. Hasil yang diperoleh adalah tidak terjadi reaksi hidrolisis bahkan hingga 5 menit, warna tetap pekat. Tidak ada perubahan sedikit pun. Ini berarti meletakkan pada air yang mendidih bukanlah temperatur yang optimum.
Dari percobaan pada ketiga tabung reaksi ini, dapat diketahui bahwa yang merupakan kondisi temperatur optimum adalah pada suhu 400C.
Setelah kami memperoleh pH optimal dan temperatur optimal, kami melakukan eksperimen berikutnya. Yaitu mencari kecepatan hidrolisis kanji dengan amylase Air ludah pada kondisi optimum, dengan membandingkan antara pH optimal dengan temperatur optimal.
Perlakuan yang kami lakukan sama seperti pada 2 eksperimen sebelumnya, yaitu dengan cara uji iodine. Namun, kami tidak meletakkannya pada plat tetes tetapi kami langsung meneteskan iodine pada tabung reaksi. Karena keduanya merupakan kondisi yang optimum, tentu saja kedua tabung reaksi ini akan mengalami hidrolisis yang membuat warna menjadi bening. Kami memperkirakan reaksi hidrolisis akan terjadi hanya dalam hitungan detik, karena keduanya merupakan kondisi optimum. Perkiraan kami ternyata benar. Dalam 43 detik saja tabung reaksi dengan temperatur yang optimum yaitu 400C telah mengalami hidrolisis, dapat dibuktikan dengan berubahnya warna kanji menjadi bening. Kemudian setelah 17 detik berlalu, sehingga total 60 detik, larutan kanji pada tabung reaksi dengan pH optimal menyusul menjadi bening juga.
Dari percobaan ini dapat diketahui bahwa, temperatur optimal 400C membuat enzim amylase lebih cepat dalam membantu proses hidrolisis pada kanji. Kemudian barulah pH optimal. Namun keduanya tentu membantu encim amylase dalam mempercepat kerjanya, karena kondisi optimal juga mempengaruhi kinerja enzim.

Laporan Biokimia: Analisis Urine

JUDUL
Analisis Urine

TUJUAN
Untuk melakukan tes untuk menunjukkan hasil metabolism normal di dalam urine
Untuk melakukan tes untuk menunjukkan zat-zat abnormal atau patologi di dalam urine.
Untuk mendemonstrasikan perilaku buffer urine

TINJAUAN PUSTAKA
Urin atau air seni atau air kencing adalah cairan sisa yang diekskresikan oleh ginjal yang kemudian akan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses urinasi. Eksreksi urin diperlukan untuk membuang molekul-molekul sisa dalam darah yang disaring oleh ginjal dan untuk menjaga homeostasis cairan tubuh. Dalam mempertahankan homeostasis tubuh peranan urin sangat penting, karena sebagian pembuangan cairan oleh tubuh adalah melalui sekresi urin. Selain urin juga terdapat mekanisme berkeringat dan juga rasa haus yang kesemuanya bekerja sama dalam mempertahankan homeostasis ini.
Fungsi utama urin adalah untuk membuang zat sisa seperti racun atau obat-obatan dari dalam tubuh.Anggapan umum menganggap urin sebagai zat yang “kotor”. Hal ini berkaitan dengan kemungkinan urin tersebut berasal dari ginjal atau saluran kencing yang terinfeksi, sehingga urinnyapun akan mengandung bakteri. Namun jika urin berasal dari ginjal dan saluran kencing yang sehat, secara medis urin sebenarnya cukup steril dan hampir tidak berbau ketika keluar dari tubuh. Hanya saja, beberapa saat setelah meninggalkan tubuh, bakteri akan mengkontaminasi urin dan mengubah zat-zat di dalam urin dan menghasilkan bau yang khas, terutama bau amonia yang dihasilkan dari urea.
Dalam basoeki (2000) disebutkan bahwa pada proses urinalisis terdapat banyak cara metode yang dapat digunakan untuk mendeteksi zat-zat apa saja yang terkandung di dalam urin. Analisis urin dapat berupa analisis fisik, analisi kimiawi dan anlisis secara mikroskopik.
Analisis urin secara fisik meliputi pengamatan warna urin, berat jenis cairan urin dan pH serta suhu urin itu sendiri. Sedangkan analisis kimiawi dapat meliputi analisis glukosa, analisis protein dan analisis pigmen empedu. Untuk analisis kandungan proteinm ada banyak sekali metode yang ditawarkan , mulai dari metode uji millon sampai kuprisulfa dan sodium basa. Yang terakhir adalah analisis secara mikroskopik, sampel urin secara langsung diamati dibawah mikroskop sehingga akan diketahui zat-zat apa saja yang terkandung di dalam urin tersebut, misalnya kalsium phospat, serat tanaman, bahkan bakteri. (basoeki, 2000).
Urin yang kita keluarkan terdiri dari berbagai unsur seperti : air, protein, amoniak, glukosa, sedimen, bakteri, epitel dsb. Unsur-unsur tersebut sangat bervariasi perbandingannya pada orang yang berbeda dan juga pada waktu yang berbeda dan dipengaruhi oleh makanan yang kita konsumsi. Kandungan urin inilah yang menentukan tampilan fisik air urin seperti kekentalannya, warna, kejernihan, bau, busa, dsb.
Dalam keadaan normal kencing memang tampak sedikit berbusa karena kencing mengandung unsur-unsur tersebut. Apalagi jika kencing dicurahkan kedalam tempat berwadah dari posisi tinggi, akan terjadi reaksi yang menyebabkan urin tampak berbusa. Barangkali untuk memastikan adanya kelainan perlu diperhatikan beberapa hal lain seperti warna, bau, kejernihan, kekentalan dsb. Warna yang memerah menandakan adanya darah yang bercampur dalam urin. Ini bisa terjadi pada keadaan infeksi, luka, batu saluran kemih, tumor, minum obat tertentu dsb. Jika warna sangat merah menyerupai fanta ini menandakan adanya perdarahan yang masif di saluran kemih.
Urin yang terlalu keruh menandakan tinhgginya kadar unsur-unsur yang terlarut di dalamnya. Hal ini bisa terjadi karena faktor makanan, karena adanya infeksi yang mengeluarkan bakteri atau karena konsumsi air yang kurang. Bau urin dapat bervariasi karena kandungan asam organik yang mudah menguap. Diantara bau yang berlainan dari normal seperti: bau oleh makanan yang mengandung zat-zat atsiri seperti jengkol, petai, durian, asperse dll. Bau obat-obatan seperti terpentin, menthol dsb, Bau amoniak biasanya terjadi kalau urin dibiarkan tanpa pengawet atau karena reaksi oleh bakteri yang mengubah ureum di dalam kantong kemih.Bau keton sering pada penderita kencing manis, dan bau busuk sering terjadi pada penderita keganasan (tumor) di saluran kemih.

Pada analisis urine ini, terdapat beberapa eksperimen. Eksperimen – eksperimen ini dilakukan untuk menguji apakah sample urine mengandung zat – zat tidak dikenal ataukah tidak.
Seharusnya, dalam praktikum analisis urine dibutuhkan dua sample urine. Sample urine pertama adalah urine normal yang diambil dari probandus yang sehat, tidak mempunyai diabetes mellitus ataupun hamil dan sample urine kedua adalah urine yang tidak normal misanya urine pada wanita hamil. Namun, karena bahan yang kurang kami hanya memakai satu sample urine, tetapi masih belum diketahui probandus mempunyai penyakit apa, karena tidak pernah melakukan uji urine atau tes lab yang lainnya.
Urin yang kita keluarkan terdiri dari berbagai unsur seperti : air, protein, amoniak, glukosa, sedimen, bakteri, epitel dsb. Unsur-unsur tersebut sangat bervariasi perbandingannya pada orang yang berbeda dan juga pada waktu yang berbeda dan dipengaruhi oleh makanan yang kita konsumsi. Kandungan urin inilah yang menentukan tampilan fisik air urin seperti kekentalannya, warna, kejernihan, bau, busa, dsb.
Urine yang kami ambil kebetulan pada pagi hari. Sampel ini dapat dikatakan optimal karena ketika itu sampel masih belum terkontaminasi apapun. Menurut para dokter dalam Medicinenet pun begitu, sampel yang optimal cenderung menjadi sampel urin pagi hari karena seringkali yang paling terkonsentrasi urin diproduksi dalam sehari.
Warna urine yang kami amati berwarna kuning tua. Menurut MedlinePlus yang merupakan Medical Encyclopedia Air kencing kuning tua sering menunjukkan dehidrasi. Hal ini terjadi karena kemungkinan paginya acara praktikum menyebabkan probandus belum minum dan aktivitas yang telah dilakukannya membuatnya dehidrasi.
Urine yang kami amati tidak keruh, ini berarti kadar unsur – unsur yang terlarut didalam urine tidak tinggi karena menurut MedlinePlus yang merupakan Medical Encyclopedia urin yang terlalu keruh menandakan tingginya kadar unsur-unsur yang terlarut di dalamnya. Hal ini bisa terjadi karena faktor makanan, karena adanya infeksi yang mengeluarkan bakteri atau karena konsumsi air yang kurang. Bau urin dapat bervariasi karena kandungan asam organik yang mudah menguap. Diantara bau yang berlainan dari normal seperti: bau oleh makanan yang mengandung zat-zat atsiri seperti jengkol, petai, durian, asperse dll. Bau obat-obatan seperti terpentin, menthol dsb,
Pada buku Biokimia Harper dinyatakan bahwa bau amoniak biasanya terjadi kalau urin dibiarkan tanpa pengawet atau karena reaksi oleh bakteri yang mengubah ureum di dalam kantong kemih.Bau keton sering pada penderita kencing manis, dan bau busuk sering terjadi pada penderita keganasan (tumor) di saluran kemih.Pada urine probandus terdapat bau amonia hal ini karena kami tidak memakai pengawet pada urine ini. Bau amonia ini dikarenakan amonnium yang terkandung di dalm urine menguap atau terlepas ke udara.Ini berarti urin sampel mengandung garam amonium.Reaksi utama pada tubuh yang menghasilkan NH4+ terjadi di dalam sel, yaitu perubahan glutamin menjadi glutamat yang dikatalisis oleh enzim glutaminase yang terdapat di dalam sel tubulus renalis. Glutamat dehidrogenase mengkatalisis perubahan glutamat menjadi α-ketoglutarat.
Glutamin → glutamat + NH4+Glutamate → α-ketoglutarat + NH4+

Urin mengandung: 1. Air dan garam-garam dalam jumlah sedemikian rupa sehingga terdapat keseimbangan antara cairan ekstrasel dan cairan intrasel. 2. Asam dan basaSisa-sisa metabolisme yang tidak berguna lagi bagi tubuh 3. Zat-zat yang dikeluarkan dari darah karena kadarnya berlebihan. Sebanyak 4 %
Jika kita melakukan analisi urin dengan memakai urin kumpulan sepanjang 24 jam pada seseorang, ternyata susunan urin itu tidak banyak berbeda dari susunan urin 24 jam berikutnya akan tetap, Jika kita mengadakan pemeriksaan dengan sampel-sampel urin pada saat-saat yang tidak menentu di waktu siang atau malam, akan terlihat bahwa sampel urin dapat berbeda jauh dari sampel lain. Oleh karena itu, penting sekali untuk memilih sampel urin sesuai dengan tujuan pemeriksaan.

Eksperimen pertama adalah uji pH urine dengan menggunakan pH meter atau kertas pH. Dalam praktikum yang kami lakukan kami menggunakan pH paper atau kertas pH. Urine yang kami gunakan diambil dari salah seorang praktikan yang bernama Nyoto Prayugo. Setelah urine dimasukkan pada beaker glass, kami memasukkan pH paper. Seluruh strip dicelupkan ke dalam urin sampel dan perubahan warna pada setiap persegi dicatat.
perubahan warna terjadi setelah beberapa detik hingga beberapa menit dari mencelupkan strip. Jika dilihat dari teori ini, maka eksperimen yang kami lakukan tidak ada kesalahan dan tidak menyimpang karena If read too early or too long after the strip is dipped, the results may not be accurate.beberapa menit kemudian terjadi perubahan warna pada persegi – persegi yang ada pada pH paper. Perubahan yang terlihat jelas terdapat pada persegi kedua dari bawah yang berwarna hijau tua pada awalnya, warna tersebut berubah menjadi hijau muda agak keruh.Kemudian, kami mencocokkan warna pada pH paper dengan petunjuk yang berisi macam – macam warna serta pH – nya. Hasil yang diperoleh, urine probandus mempunyai pH = 6 yang berarti bahwa kondisi urine adalah asam. Menurut Eni dalam websitenya “Enifreaks”, urine normal biasanya bersifat sedikit asam dengan pH antara 5 – 7, pernyataan ini diambil dari Kimber. Dari pernyataan tersebut dapat diketahui bahwa urine probandus meskipun tidak netral dan dapat dikatakan bersifat asam masih merupakan urine normal karena memang urine normal bersifat sedikit asam. Lain halnya dengan urine orang yang vegetarian. Bagi urine orang yang vegetarian nantinya akan didapat urine yang bersifat alkali.
Menurut Biokimia Harper, dalam cairan interstisial dan urin tubulus, NH3 bergabung dengan H+ membentuk NH4+ yang menyingkirkan NH3 dan mempertahankan perbedaan konsentrasi yang memudahkan difusi NH3 keluar sel. Bila pH urin7,0 maka rasio NH3 : NH4+ = 1 : 100. Bila urin lebih asam, maka keseimbangan berubah lebih lanjut ke NH4+. Proses NH3 disekresikan disebut difusi non-ionik. Salisilat dan sejumlah obat lain yang merupakan basa lemah atau asam lemah juga disekresi oleh difusi non ionik. Ion ammonium berasal dari makanan, obat-obatan dan hasil hidrolisa urea. Sedangkan urine yang kami pakai bersifat asam sehingga dapat disimpulkan bahwa keseimbangan berubah lebih lanjut ke NH4+.

Eksperimen kedua adalah uji Chlorida, apakah didalam urine terdapat chlorida ataukah tidak. Sebelumnya, kami mengasamkan urine dengan asam nitrat encer 5 tetes. Ketika asam nitrat encer ini dimasukkan, urine berubah menjadi lebih bening. Kemudian kami menetesi 5 tetes perak nitrat. Tidak lama kemudian terdapat endapan putih tipis didasar tabung dengan kata lain urin mengandung klorida tetapi hasil ini dianggap masih normal. Jika kita analisis, NaCl juga terkandung dalam urine normal jadi untuk mengetahuinya harus ditemukan klorida dengan cara mengikat ion – ion Cl-. Persamaan reaksinya dapat dimungkinkan sebagai berikut:
2NaCl + AgNO3 Na2NO3 + AgCl2
tetapi pengujian yang lebih teliti lagi dapat dilakukan dengan cara Schales dan Schales.dimana Urin dititrasi dengan merkuri nitrat dalam suasana asam. Ion-ion Cl- diikat oleh ion merkuri membentuk Hg Cl2 yang tidak terionisasi.

Eksperimen ketiga adalah uji sulfat. Dalam pengujian kadar sulfat dalam urin ini kami mencampurkan 5ml sample urin dengan HCl ditujukan untuk mengasamkan urin tersebut lalu ditambahkan BaSO4 . Belerang anorganik merupakan bagian terbesar dari belerang teroksidasi (85-90 %) dan berasal terutama dari metabolisme protein. Maka akan terbentuk endapan putih yang menunjukkan adanya belerang anorganik, reaksi yang terjadi adalah :
BaCl2 + SO42- → BaSO4 + 2 Cl-
Dari hasil percobaan yang kami lakukan ternyata pada larutan tidak di hasilkan endapan putih dengan kata lain tidak terdapat sulfat dalam urin tersebut,padahal belerang merupakan hasil dari metabolisme protein,hal ini dapat diakibatkan mungkin karena penambahan asam klorida dan BaSO4 yang digunakan tidak dengan ukuran yang baku sebab dalam percobaan kami kami hanya memberi beberapa tetes saja ke dalam sampel urin,dan kami tidak melakukan uji kadar belerang yang lain, misalnya pengujian belerang yang tak teroksidasi.Belerang tak teroksidasi merupakan senyawa yeng mempunyai gugus –SH, -S, -SCN, misalnya asam amino yang mengandung S (sistin), tiosulfat, tiosianat, sulfida, dsb. Jumlahnya adalah 5-25 % dari belerang total urin. Pada percobaan ini, kertas saring yang dibasahi dengan Pb-asetat menjadi berwarna hitam (hasil reaksi positif). Hal itu terjadi karena adanya gas hidrogen sulfida yang dilepaskan yang dapat diidentifikasi dari baunya yang khas atau dari menghitamnya kertas saring yang telah dibasahi larutan timbal asetat.
Eksperimen selanjutnya adalah uji glukosa. Dalam uji gula ini kami melakukan uji sample urin dengan menggunakan reagen benedict yang kemudian di panas kan di dalam penangas air mendidih dan hasil percobaan menunjukkan bahwa urin tidak mengandung gula sebab setelah dilakukan pengujian didapatkan larutan yang berwarna hijau sedangkan larutan urin yang mengandung gula akn memberikan warna merah bata di bagian dasarnya. kita dapat menguji urin dengan berbagai kadar glukosa yang berbeda-beda untuk membandingkan urin yang mengandung glukosa dan yang tidak dengan mereaksikan urin dengan pereaksi Benedict yang telah dipanaskan dengan glukosa 0,3 %; 1 %; 2 %; 5 % dan urin tanpa penambahan apapun.
Ternyata dari hasil pengujian diperoleh urin blanko tetap berwarna biru setelah ditambahkan larutan Benedict, untuk urin dengan penambahan glukosa 0,3 % akan memberi warna kuning kehijauan dengan endapan merah, untuk urin dengan penambahan glukosa 1 % akan memberi warna kuning kehijauan dengan adanya endapan merah yang lebih banyak dari yang 0,3 %, untuk urin dengan penambahan glukosa 2 % akan memberi warna jingga dengan endapan merah dari yang ditambahkan glukosa 1 % dan untuk urin dengan penambahan glukosa 5 % akan memberi warna jingga kemerahan dengan endapan merah yang lebih banyak.Terbentuknya warna-warna tersebut, sesuai dengan konsentrasi glukosa dalam larutan. Makin besar kadar glukosa, makin banyak endapan oranye yang terbentuk.
Menurut MedlinePlus tidak tebentuknya endapan oranye pada larutan glukosa konsentrasi rendah disebabkan karena baru sedikit glukosa yang mereduksi kuprisulfat dan kemudian tertutup warnanya dengan reagen Benedict yang berwarna biru. Tampak bahwa glukosa dengan kadar 5% baru memberikan endapan oranye paling banyak.

Eksperimen terakhir adalah uji albumin. Dalam percobaan pengujian adanya albumin dalam urin kami menggunakan heating test,dimana urin urin diberikan indicator albumin kemudian ditambahkan beberapa tetes asam aseta 5% kemudian dipanaskan dari hasil percobaan sebelum dilakukan pengujian urin berwarna bening kekuningan kemudian setelah diberikan indicator albumin larutan tidak menunjukkan perubahan warna kemudian setelah diberikan asam asetat 5% larutan tetap tidak menunjukkan perubahan warna,tetap berwarna bening kekuningan,hal ini menunjukkan bahwa dalam urintidak terdapat albumin